Jakarta, CNBC Indonesia – Emiten batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sudah melunasi utang yang sejak lama membebani kantong perusahaan. Kini, emiten yang dikendalikan Grup Salim dan Grup Bakrie tersebut menatap potensi baru.
Saham BUMI sempat melonjak dari Rp50-Rp60-an/saham pada Juni 2022 ke Rp246/saham pada awal September 2022 seiring masuknya Grup Salim sebagai pengendali dalam upaya melunasi utang perusahaan.
Kini, per 4 Agustus 2023, saham BUMI diperdagangkan di Rp133/saham.
Kondisi neraca keuangan membaik ini juga meningkatkan peluang saham BUMI untuk kembali bangkit seiring dengan meningkatnya harga batu bara akibat potensi pemangkasan suku bunga di masa depan yang akan mendorong pertumbuhan perekonomian secara global.
BUMI berhasil mencatatkan penurunan utang terendah sejak 2008. Berbagai strategi dilakukan oleh BUMI untuk membebaskan diri dari utang, termasuk melalui aksi korporasi perusahaan. Hasilnya, BUMI berhasil memperoleh berbagai aset dengan mengkonversi utang yang telah dilunasi.
Total utang BUMI menurun drastis menjadi Rp22 triliun dari puncaknya sebesar Rp89,9 triliun.
Berbagai aksi korporasi ini berhasil membantu BUMI untuk mendapatkan aset tambahan tanpa harus terbebani oleh utang berisiko tinggi.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa utang tersebut dapat dibayar dengan salah satunya mengkonversi menjadi saham, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah saham beredar secara signifikan.
Pada 2008, jumlah saham beredar BUMI hanya 19 miliar lembar, namun saat ini telah meningkat hingga 371 miliar lembar, yakni meningkat 18,5 kali lipat dari sebelumnya.
Seiring dengan peningkatan jumlah saham beredar, harga saham BUMI tentu saja telah mengalami dilusi yang signifikan.
Jika disetarakan dengan jumlah saham beredar saat ini, maka harga saham tertinggi BUMI pada tahun 2008 sebesar Rp8.450 setara dengan hanya Rp435 per saham, dengan nilai pasar mencapai Rp160 triliun.
Seiring perbaikan kesehatan neraca, kinerja pos laba BUMI pun menunjukkan perbaikan.
Pertumbuhan laba bersih pada kuartal I 2023 mencapai 45% secara tahunan (YoY), mencapai Rp902 miliar. Kinerja kuartal pertama yang sangat baik ini didukung oleh keberhasilan perseroan dalam menekan utangnya.
Pada kuartal II 2023, BUMI masih berhasil mencatatkan kinerja positif dengan laba bersih sebesar Rp325 miliar meskipun harga batu bara mengalami penurunan dan berada di kisaran US$140 per ton.
BUMI juga mencatatkan laba bersih tertinggi sepanjang masa sebesar Rp28,5 triliun pada 2022, seiring harga batu bara sempat menembus US$450 per ton sepanjang 2022.
Meskipun harga batu bara mengalami penurunan, BUMI masih dapat bertahan dengan baik berkat kinerja bagus dari anak usaha, Arutmin dan KPC.
Secara valuasi, BUMI memang terlihat relatif lebih mahal dibandingkan dengan saham lain (peers terdekat) di sektor batu bara. Rasio price-to earnings (P/E) BUMI 20,10 kali, di atas aturan umum 10-15 kali dan rasio price-to book value (PBV) 2,04 kali, di atas rule of thumb 1 kali.
Namun, perhitungan valuasi yang tepat perlu mempertimbangkan potensi pertumbuhan kinerja di masa depan. BUMI, yang termasuk emiten turnaround, memiliki peluang untuk membukukan kinerja yang baik berkat sumber daya batu bara yang tinggi dan beban keuangan yang semakin kecil.
Saat ini, investor perlu menunggu perbaikan lanjutan dari rapor keuangan BUMI sembari menunggu siklus batu bara selanjutnya yang bisa menjadi katalis besar untuk saham perusahaan ke depan.
Saat ini, harga batu bara juga telah menunjukkan rebound dari posisi terendah terbaru pada medio Juli lalu sekitar US$127 per ton menjadi sekitar US$140 per ton.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Strategi BUMI Hadapi Tren Penurunan Harga Batu Bara Dunia
(trp/trp)
Sumber: www.cnbcindonesia.com