‘Tahun Resesi’ Dimulai, Sektor Ini Diramal Anti Krisis

Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun 2023 menjadi tahun yang sangat menantang bagi perekonomian dunia. Namun, pasar saham Tanah Air diramal masih dapat tumbuh positif.

Read More

Head of Research RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya mengatakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan menghadapi volatilitas yang tinggi selama semester I-2023. Volatilitas IHSG akan disebabkan pelemahan mata uang Rupiah dan kekhawatiran akan resesi global yang masih akan menghantui di triwulan pertama 2023.

“Akan tetapi tetap optimis bahwa IHSG di penghujung tahun 2023 akan positif dengan target indeks 7.450,” ujarnya dalam keterangan resminya, Selasa (3/1).

Head of Institutional Equities RHB Sekuritas Indonesia Michael Setjoadi mengungkapkan, investor wajib memantau faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas pasar.

Faktor tersebut, seperti ekspektasi pelambatan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1% secara di 2023, potensi penurunan harga komoditas global khususnya harga batu bara, kenaikan inflasi yang mencapai 4,5% didorong oleh kenaikan harga BBM, dan kenaikan suku bunga the Fed menjadi 5-5,25% di 2023 dari 4,25-4,50% di 2022. Hal itu dapat melanjutkan derasnya dana asing yang keluar yang akan menambah tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar.

“Kami optimis IHSG dapat menguat di semester kedua 2023 seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi makro yang disebabkan oleh pulihnya tingkat konsumsi dan kenaikan upah minimum, serta pertumbuhan sektor perbankan, komoditas metal, dan konsumer,” ucapnya.

Menurutnya, bank tetap menjadi sektor yang paling diperkirakan akan memiliki pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari sektor lainnya, karena pertumbuhan kredit yang sehat dari segmen modal kerja, konsumer, dan investasi.

“Kenaikan marjin bunga bersih (Net Interest Margin) mungkin tidak secepat tahun lalu, namun kami memperkirakan kualitas aset akan membaik seiring dengan penurunan kredit berisiko (Loan at Risk) dan kredit macet (Non-performing Loan), serta biaya kredit (Cost of Credit) yang akan mengalami penurunan seiring dengan rasio cakupan LAR (Loan at Risk) yang mencukupi,” jelas Michael.

Faktor penguat IHSG lainnya adalah sektor Metal Mining, terutama nikel, serta sektor pendukungnya seperti transportasi perkapalan akan diuntungkan dari pengoperasian smelter baru di akhir 2023 dan 2024.

“Kami memperkirakan konsumsi akan pulih di semester II-2023, disebabkan adanya dampak positif dari kenaikan upah, dampak inflasi yang mulai berkurang, dan daya beli masyarakat biasanya membaik menjelang tahun Pemilu. Selain itu, penurunan harga komoditas juga dapat menurunkan biaya produksi dan biaya bahan baku,” ungkapnya.

Meskipun demikian, lanjutnya, investor perlu mencermati adanya potensi penurunan dan volatilitas IHSG di paruh pertama 2023. Dari perspektif analisa teknikal saham, asumsi dasar menunjukkan bahwa IHSG memiliki potensi penurunan ke level IHSG 6.500 pada semester I-2023 yang disebabkan ketidakpastian kondisi makroekonomi yang akan meningkatkan volatilitas pasar.

Investor disarankan untuk melakukan pendekatan bottom-up dengan strategi Buy On Weakness pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dengan fundamental yang baik.

“Kami perkirakan IHSG akan kembali bullish di paruh kedua 2023 dengan target IHSG di 7.450, sesuai dengan target tim riset RHB Sekuritas Indonesia yang menggunakan asumsi dasar rasio P/E tahun 2024 sebesar 11,3x (-1,5x standar deviasi rata-rata lima tahun terakhir), serta pertumbuhan laba bersih IHSG 2023-2024 sebesar 7,1-8,2%,” tuturnya.

Adapun sektor dan saham andalan yang dapat dicermati di 2023, dari sektor Finansial ada BBRI dan BBNI, sektor Metal Mining ada INCO, sektor migas ada PGAS, Shipping ada PSSI dan TPMA, dan sektor konsumer ada MYOR dan ROTI.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


IHSG Tinggalkan Level 7.100 Setelah Bursa Filipina Terjun 4%

(rob/dhf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts