gep-indonesia.org

Tahun Kelinci Air, Sektor Finansial RI Bakal Masih Seksi?

Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun 2022 telah ditutup dengan kinerja pasar modal yang positif. Namun indeks sektoral keuangan underperform dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Memasuki tahun 2023, outlook sektor keuangan dinilai cukup prospektif meski diekspektasikan tak se-‘kinclong’ 2022.

IHSG menguat 4,09% sepanjang 2022. Kendati lebih rendah dari return 2021 yang mencapai 10%, tetapi berhasil finish dengan apresiasi saja sudah syukur mengingat situasi pasar modal global yang sedang tidak kondusif. Saat IHSG ditutup dengan kinclong, kinerja indeks sektoral keuangan justru mengalami penurunan cukup tajam.

Pemicunya masih pada kinerja saham bank-bank digital yang tertekan luar biasa tahun lalu. Sementara itu harga saham-saham big bank justru menguat cukup tinggi. Disparitas return yang terjadi dimungkinkan karena perilaku investor yang cenderung cari aman dengan memilih saham-saham defensive dan blue chip ketimbang growth stock seperti digital bank.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT


Foto: Putra
Finance

Untuk tahun 2023, prospek industri keuangan terutama bank masih dinilai cerah. Namun secara pertumbuhan kinerja keuangannya tak akan setinggi tahun 2022. Ada beberapa catatan yang menarik untuk dicermati di tahun 2023 tentang kinerja industri perbankan di 2023 nanti:

Kredit & DPK Masih Akan Tumbuh Positif

Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air memperkirakan pertumbuhan kredit masih bisa tumbuh 10-12% di tahun 2023. Tentu saja hal ini make sense karena beberapa big bank yang menguasai lebih dari seperempat total aset perbankan domestik mentargetkan pertumbuhan kredit double digit. Sebut saja BBCA yang targetkan kredit bisa tumbuh 12,6% di 2021, kemudian BBRI yang menargetkan kredit tumbuh 9-11% dan BBNI yang mematok lebih konservatif untuk kredit bisa tumbuh 7-9%.

Hal ini dikarenakan likuiditas di perbankan masih mencukupi. Bahkan dengan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang dinaikkan menjadi 9%, bank-bank masih pede untuk menggenjot kredit di 2023. Alasannya karena rasio Loan to Deposit (LDR) yang menunjukkan masih ada ruang untuk mendongkrak kredit.

Pemicu longgarnya likuiditas di perbankan salah satunya dipicu oleh perilaku masyarakat Indonesia yang gemar menabung saat pandemi Covid-19. Dana Pihak Ketiga (DPK)di perbankan melesat tinggi. Tahun 2023, BI memproyeksikan DPK masih bisa tumbuh 7-9%. Dengan rasio LDR yang masih di bawah optimal, dan masih ada pertumbuhan DPK wajar jika pertumbuhan kredit bisa diupayakan.







Forecast 2023

Lower

Mid

Upper

Kredit

10%

11%

12%

DPK

7%

8%

9%

Outstanding Kredit (Rp triliun)

7,054

7,118

7,182

Total DPK (Rp triliun)

8,723

8,805

8,886

Implied LDR

81%

81%

81%

Bahkan dengan pertumbuhan DPK yang lebih rendah dari kredit tersebut likuiditas di perbankan masih terbilang longgar. Meskipun inflasi umum Indonesia naik di atas 5% tetapi inflasi inti masih manageable di kisaran 2-4%. Tahun depan inflasi diekspektasikan melandai sehingga kredit masih punya ruang untuk tumbuh positif.

Transmisi Kebijakan Moneter akan Berlanjut

BI telah menaikkan suku bunga acuan secara kumulatif sebesar 200 basis poin (bps) sejak Agustus 2022. Hingga Desember 2022, posisi BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR) berada di 5,5%. Lebih tinggi dari posisi awal tahun 2020.

Di tahun 2023, konsensus masih memproyeksikan BI bisa menaikkan suku bunga acuan 50 bps lagi hingga 6% seiring dengan Fed yang juga masih akan meningkatkan Federal Funds Rate (FFR). Konsekuensi dari kenaikan suku bunga tentu berimbas kepada kenaikan suku bunga simpanan dan suku bunga kredit.

Namun kenaikan suku bunga ini cenderung terbatas, mengingat likuiditas di perbankan yang masih longgar. Sebenarnya mekanisme transmisi kebijakan moneter sudah mulai berjalan. Hingga Oktober 2022, BI mencatat suku bunga kredit baru naik 25 bps menjadi 9,19%. Di saat yang sama suku bunga DPK rupiah juga naik 25 bps menjadi 2,12%.

Dengan likuiditas yang berlimpah bank-bank tidak perlu agresif mengerek suku bunga deposito mereka sehingga harapannya ketika transmisi kebijakan moneter berlanjut dan GWM tetap tinggi, Net Interest Margin (NIM) perbankan masih bisa terjaga di tahun 2022.


FinanceFoto: Finance
Finance

Tren Bank yang Cenderung Going Smaller

Tren yang kemungkinan besar akan berlanjut di 2023, adalah kecenderungan bank yang akan going smaller. Biasanya ada banyak segmen yang bisa dipilih oleh bank untuk menyalurkan kredit, mulai dari segmen korporasi yang terbesar, komersial yang medium hingga konsumen yang terkecil.

Maraknya bank-bank digital yang menyasar UMKM karena dinilai lebih resilien dengan imbal hasil lebih menarik juga diikuti oleh beberapa bank raksasa. Banyak bank yang akan mulai ekspansi menggenjot segmen kredit konsumsi tahun depan. Secara imbal hasil (loan yield) segmen ini juga menjadi yang paling menjanjikan.

Pulihnya permintaan domestik diikuti dengan meningkatnya kredit konsumsi. Bagi bank yang ingin mencari yield lebih menarik akan cenderung menggenjot kredit ke segmen ini. Asal tahu saja, menurut catatan BI, peningkatan suku bunga kredit baru terjadi di seluruh jenis kredit dengan peningkatan tertinggi pada jenis Kredit Konsumsi (terutama Multiguna) sebesar 118 bps, diikuti oleh Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja masing-masing sebesar 107 bps dan 5 bps (mtm) per Oktober 2022.


Foto: Finance

Salah satu keuntungan dari strategi going smaller adalah rasio perputaran uang yang lebih cepat, yield yang lebih tinggi dan loan ticket size lebih kecil. Keberadaan ekosistem e-commerce dan fintech yang tumbuh pesat pada akhirnya memfasilitasi bank untuk bisa ikut berkolaborasi. Banyak bank bahkan sekelas bank raksasa juga berpartner dengan fintech untuk menyalurkan kredit. Sementara untuk kategori e-commerce, produk Buy Now Pay Later (BNPL) juga menjadi semakin dilirik oleh bank.

Persaingan dan Kolaborasi di Arena Digital

Tahun 2023 juga akan diwarnai dengan persaingan maupun kolaborasi untuk semakin mensukseskan keberadaan bank digital. Tidak hanya bank-bank kecil saja yang menyulap diri menjadi digital bank. Bank raksasa pun ikut bermain di dalamnya, baik melalui strategi anorganik maupun organik. Untuk kasus BBCA punya blu by BCA, untuk kasus BBRI punya hybrid bank lewat Bank Raya (AGRO), untuk BMRI lewat Bank Mayora yang diakuisisi dan Bank Mandiri lewat Livin maupun Kopra.

Saat ini ekosistem digital masih didominasi oleh e-commerce terutama dengan kehadiran Tokopedia dan Shopee. Besarnya nilai transaksi, keterlibatan UMKM serta variasi produk yang ditawarkan sangat beragam membuat bank menjadi sibuk untuk ikut serta menikmati segmen ini. Dalam rangka mensukseskan dan mengamankan posisi masing-masing, maka bukan hanya kompetisi saja yang dikedepankan tetapi juga semangat kolaborasi.

Emiten Apa yang Menarik untuk 2023?

Secara umum investor akan dihadapkan pada dua pilihan besar untuk tahun 2023. Memilih big bank yang lebih defensive atau condong ke digital bank setelah mengalami koreksi harga yang sangat tajam. Namun untuk menyisir mana saja emiten yang menarik untuk dikoleksi perlu ada framework yang jelas terkait fundamental maupun valuasi perusahaan. Dalam hal ini Tim Riset CNBC Indonesia mengamati ada dua problem utama yang dihadapi oleh big bank maupun digital bank. Bagi big bank kendalanya tetap di kualitas aset yang tercermin dari Loan at Risk (LaR) yang masih lebih tinggi dari kondisi normal meski kebijakan restruksturisasi kredit dilanjutkan. Sementara untuk digital bank kendalanya adalah bagaimana memperkuat struktur pendanaan murah serta mengelola risiko kredit dan operasional.

Dari kelima bank dengan kapitalisasi pasar terbesar (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, ARTO), untuk kategori big bank masih memiliki valuasi yang lebih rendah dibandingkan dengan digital bank. Untuk kategori big bank secara kinerja sebenarnya yang termasuk paling oke dari sisi profitabilitas, likuiditas, kualitas aset dan permodalan tetaplah BBCA. Wajar saja apabila bank ini divaluasi paling premium. Apabila melihat potensi pertumbuhan laba bersih 2023 yang diekspektasikan oleh analis dan valuasinya, saham BBNI dan BMRI menjadi yang paling tinggi growthnya dan valuasinya relatif terdiskon.

Apabila seorang investor mencari yield dari dividen untuk tahun buku 2022 yang kemungkinan dibagikan awal kuartal II-2023, maka BBRI bisa menjadi opsi. Apabila menggunakan asumsi total dividen yang dibagikan mencapai 70% dari laba bersih maka nilainya berpotensi mencapai Rp 228,11/saham atau menawarkan yield sebelum pajak sebesar 4,61% dengan harga penutupan akhir tahun Rp 4.940/unit. Namun apabila lebih mengedepankan pada valuasi, maka BMRI dan BBNI menarik untuk dikoleksi.









9M22

BBCA

BBRI

BMRI

BBNI

ARTO

NIM

5.1%

8.2%

5.4%

4.8%

10.5%

ROA

3.0%

3.2%

2.3%

2.5%

0.5%

ROE

20.6%

18.2%

18.3%

15.2%

0.7%

LDR

63.3%

88.5%

85.2%

91.2%

112.0%

LaR

11.7%

19.3%

13.4%

19.3%

NPL

2.2%

3.0%

2.2%

3.0%

2.1%

CAR

25.4%

26.1%

18.9%

18.9%

97.5%









Kategori

BBCA

BBRI

BMRI

BBNI

ARTO

Last Price

8550

4940

9925

9225

3720

Laba/Saham 2022

311.45

325.87

841.62

942.96

3.83

Laba/Saham 2023

360.34

367.19

957.6

1107.71

12.6

Growth

15.7%

12.7%

13.8%

17.5%

229.0%

PER 2023

23.73

13.45

10.36

8.33

295.24

Book Value/Share 2023

2014.88

2246.95

5267.65

8054.83

623.43

PBV 2023

4.24

2.20

1.88

1.15

5.97

Sumber : Laporan Keuangan Bank 9M22, Refinitiv Datastream Consensus, diolah Tim Riset CNBC Indonesia

Melirik Industri Keungan Non-Bank

Sektor perbankan memang masih sangat dominan di industri keuangan domestik baik dari sisi ekonomi maupun di pasar modal. Namun tak lengkap rasanya jika membahas industri keuangan hanya dari sisi perbankan saja. Industri lain yang tidak bisa diabaikan adalah industri multifinance dan juga industri asuransi.

Melansir laporan OJK hingga Oktober 2022, kinerja Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) juga mencatatkan kinerja yang positif.

Struktur permodalan masih cukup kuat yang ditandai dengan dengan tingkatRisk Based Capital (RBC)asuransi jiwa dan asuransi umum sebesar 464,24% dan 313,71%, jauh di atas batas ketentuan sebesar 120%. Adapun total premi tercatat sebesar Rp255,20 triliun, meningkat 1,81% dibanding periode sama tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja sektor Asuransi terus menunjukkan pertumbuhan ditengah ketidakpastian pasar global.” Tulis OJK dalam situs resminya.

Selanjutnya untuk tahun 2023, OJK menilai ada tiga tantangan utama di industri asuransi yaitu literasi masyarakat yang masih rendah, ancaman resesi global dan momentum untuk mengembalikan kepercayaan nasabah.

Tahun 2022 menjadi pelajaran berharga untuk industri asuransi. Akibat Covid-19, setoran premi nasabah mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, banyak kasus asuransi yang dinilai merugikan nasabah hingga harus izinnya seperti Wanaartha Life.

Sengkarut yang terjadi di industri asuransi selain karena permasalahan literasi nasabah serta agen yang rendah juga wanprestasi dari pengelolaan investasi dalam produk unit-link yang seringkali dibelanjakan saham gorengan, sampai OJK harus turun tangan dan mewanti-wanti agar para pelaku asuransi lebih berhati-hati dalam meluaskan produk terutama asuransi yang terkait investasi. Adanya problem tersebut bahkan dikaitkan juga dengan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana di sepanjang 2022 yang mencapai Rp 59 triliun.

Sementara itu dari sisi industri pembiayaan, kinerjanya juga ikut positif di sepanjang 2022 terkerek oleh pemulihan ekonomi.

“Nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 12,17% (yoy) menjadi sebesar Rp402,6 triliun. Selain itu rasio Non Performing Financing (NPF) turun menjadi 2,54% dibandingkan periode September 2022 sebesar 2,58%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas sektor Pembiayaan terus menunjukkan tren pertumbuhan dan memiliki kualitas pembiayaan yang baik.” Tulis OJK dalam situs resminya.

Sama dengan industri perbankan, industri pembiayaan juga diramal masih akan tumbuh positif di tahun 2023. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menilai selagi ekonomi Indonesia bisa tumbuh 4,85% di 2023 maka permintaan akan pembiayaan masih dapat tumbuh.

Namun di pasar modal, likuiditas transaksi emiten-emiten multifinance dan asuransi cenderung jomplang dengan industri perbankan. Minimnya transaksi pada akhirnya membuat valuasi sektor ini terlihat murah. Hanya saja, jika melihat volume transaksinya yang sepi di pasar sekunder akan cenderung lebih tricky mem-valuasi saham-saham emiten multifinance dan asuransi.

Dari sekitar 89 emiten sektor keuangan yang tercatat di BEI, ada 14 perusahaan asuransi dan 14 perusahaan multifinance. Kebanyakan masih didominasi oleh bank dengan jumlah mencapai 43 emiten. Berikut volume transaksi emiten-emiten sektor keuangan dalam negeri:









































































Emiten

Sektor

5d

30d

90d

TUGU

Asuransi

801,240

1,009,957

3,240,751

ASBI

Asuransi

19,880

52,210

126,669

ABDA

Asuransi

2,440

11,120

4,281

JMAS

Asuransi

1,608,160

6,439,887

12,588,637

AMAG

Asuransi

23,160

31,753

57,908

LPGI

Asuransi

40,900

15,690

10,977

ASMI

Asuransi

697,260

3,625,960

2,404,088

ASRM

Asuransi

3,680

4,513

3,276

MREI

Asuransi

19,180

24,357

32,007

AHAP

Asuransi

7,562,680

10,762,303

36,872,960

MTWI

Asuransi

8,722,340

12,427,642

21,980,116

VINS

Asuransi

4,611,940

2,132,350

1,301,889

ASJT

Asuransi

63,680

107,080

928,073

ASDM

Asuransi

2,100

12,373

11,580

BCIC

Bank

5,466,280

1,331,300

1,122,283

ARTO

Bank

14,079,040

16,345,750

15,490,544

BBMD

Bank

700

1,860

7,008

BNII

Bank

539,980

434,490

539,241

BBYB

Bank

29,856,700

79,397,917

58,100,988

BBKP

Bank

54,690,420

66,845,730

84,492,719

BKSW

Bank

2,912,260

20,830,947

7,781,478

BTPN

Bank

6,960

26,420

61,858

BBRI

Bank

109,701,180

152,327,110

160,702,547

BINA

Bank

1,229,240

454,327

361,261

SDRA

Bank

124,460

97,500

157,494

NISP

Bank

3,551,980

3,311,137

7,527,561

AGRO

Bank

25,324,080

20,238,647

27,232,478

BBNI

Bank

13,420,180

23,457,763

24,937,177

BRIS

Bank

42,211,420

21,011,702

14,444,458

BNGA

Bank

1,993,940

3,859,590

5,265,093

BDMN

Bank

870,120

2,610,063

6,240,082

BBTN

Bank

28,535,100

18,289,631

16,615,086

BJBR

Bank

1,378,340

2,311,427

3,015,474

BJTM

Bank

2,788,360

5,315,477

6,189,942

BEKS

Bank

89,600

352,490

1,005,389

BNBA

Bank

240,800

1,054,677

705,782

MCOR

Bank

3,034,760

3,056,067

7,904,551

AGRS

Bank

4,814,280

10,266,567

17,530,243

BVIC

Bank

5,163,160

8,018,917

16,589,510

BACA

Bank

6,621,120

19,423,143

36,663,510

BBCA

Bank

37,855,860

93,595,960

91,238,452

PNBN

Bank

1,747,920

4,332,483

8,522,490

BTPS

Bank

4,335,240

5,341,547

4,487,341

BMAS

Bank

18,200

448,897

212,792

BNLI

Bank

73,780

59,763

80,777

BMRI

Bank

20,118,860

56,309,513

51,135,749

BSIM

Bank

113,200

230,383

333,598

NOBU

Bank

122,000

287,407

321,266

MAYA

Bank

564,180

706,100

2,858,499

BABP

Bank

22,010,860

80,339,743

69,227,417

BBHI

Bank

1,029,040

1,941,743

3,863,359

INPC

Bank

5,408,720

5,694,063

4,772,444

PNBS

Bank

26,413,620



47,831,740

161,154,282


DNAR

Bank

21,034,120

7,359,540

5,799,652

BGTG

Bank

44,600,100

18,776,503

24,646,826

MEGA

Bank

27,240

41,953

25,729

IMJS

Multifinance

2,338,220

4,234,050

4,380,296

IBFN

Multifinance

12,711,120

6,510,420

2,689,062

HDFA

Multifinance

25,200

86,030

339,886

BBLD

Multifinance

6,260

6,463

13,327

BFIN

Multifinance

3,021,580

7,115,320

11,762,539

CFIN

Multifinance

1,216,920

3,487,333

9,046,031

POLA

Multifinance

3,039,500

4,566,393

10,446,277

WOMF

Multifinance

285,200

312,137

580,540

ADMF

Multifinance

83,780

85,693

102,842

BPFI

Multifinance

35,420

437,630

202,822

TRUS

Multifinance

2,680

3,597

8,669

MFIN

Multifinance

211,560

94,610

61,972

TIFA

Multifinance

3,780

12,637

12,081

VRNA

Multifinance

237,400

1,039,413

5,915,682

Sumber : Refiniv Datastream. Keterangan : 5d, 30d dan 90d mencerminkan rata-rata volume transaksi 5-harian, 30-harian dan 90-harian.

Well, overall, industri keuangan diperkirakan masih bisa tumbuh positif di 2023 meski banyak tantangan yang membayangi. Ketimbang sektor multifinance dan asuransi yang cenderung kurang likuid, sektor perbankan masih menarik untuk dipertimbangkan dalam investasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bukti Sektor Perbankan RI Sangat Seksi

(trp/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version