Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah semakin lesunya ekonomi AS dan panasnya tensi politik Indonesia.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,03% terhadap dolar AS di angka Rp15.240/US$ pada hari Senin (4/9/2023) dan melanjutkan depresiasi Jumat lalu yang juga melemah 0,07% terhadap dolar AS.
Posisi ini adalah yang terlemah sejak 29 Agustus 2023 atau empat hari terakhir.
Pelemahan rupiah salah satunya dipicu oleh menguatnya indeks dolar AS (DXY). Indeks dolar menguat ke posisi 104,25 atau mengalami kenaikan dari Jumat lalu yang berada di posisi 104,23.
Pergerakan rupiah hari ini terjadi di tengah kelesuan masih kuatnya data ekonomi di beberapa sektor meskipun di sisi ain melemah.
Pengangguran AS secara mengejutkan melesat menjadi 3,8% pada Agustus. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 3,5% ataupun pada Juli yang tercatat 3,5%.
Namun, penciptaan lapangan kerja non-farm payrolls naik menjadi 187.000 pada Agustus. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan 157.000 pada Juli ataupun ekspektasi pasar (170.000).
Aktivitas manufaktur AS yang terekam dalam ISM Manufacturing juga naik menjadi 47,6 pada Agustus, dari 47 pada Juli.
Kenaikan angka pengangguran menjadi kabar baik bagi rupiah karena menunjukkan pasar tenaga kerja AS sudah mendingin sehingga ada peluang inflasi turun. Dengan demikian, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bisa melunak.
Namun, sektor manufaktur AS yang masih kuat membuktikan ekonomi AS masih tangguh sehingga The Fed masih bisa galak ke depan.
Sedangkan sentimen dari dalam negeri datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang pekan lalu baru saja merilis data inflasi tahunan Indonesia yang mengalami kenaikan yakni mencapai 3,27% pada Agustus. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Juli 2023 sebesar 3,08%.
Inflasi (yoy) mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya, namun hal ini masih sesuai target Bank Indonesia untuk inflasi 2023 yakni di kisaran 2-4%.
Rupiah juga melemah karena besarnya aksi jual neto investor asing pekan lalu.
Data Bank Indonesia (BI) berdasarkan transaksi 28 – 31 Agustus 2023 menunjukkan investor asing di pasar keuangan domestik mencatat jual neto Rp2,52 triliun terdiri dari jual neto Rp0,42 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan jual neto Rp2,10 triliun di pasar saham. Hal ini dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah.
Aksi jual neto lebih kecil dibandingkan pekan sebelumnya yang tercatat Rp 4,51 triliun.
Selain itu, perkembangan politik Indonesia pun menjadi perhatian publik, termasuk pelaku pasar rupiah. Tensi politik memanas setelah secara mengejutkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merapat ke kubu Anies Baswedan.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau dikenal Cak Imin bahkan langsung digandeng sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) buat Anies. Padahal, PKB sebelumnya adalah pendukung koalisi Indonesia Maju dengan kubu calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Dalam beberapa survei, Cak Imin juga lebih kerap disandingkan dengan Prabowo.
Merapatnya PKB ke Anies dan Cak Imin membuat peta koalisi berubah.Kubu Prabowo kehilangan dukungan PKB. Prabowo Subianto akan maju sebagai capres dengan dukungan Partai Gerinda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Gelora.
Kubu Anies-Baswedan kehilangan dukungan Partai Demokrat yang kecewa karena Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) gagal dipinang sebagai cawapres Anies.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?
(rev/rev)
Sumber: www.cnbcindonesia.com