Sudah Jeblok 9%, Cuaca Bisa Dorong Harga Batu Bara Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan harga batu bara diperkirakan masih akan stagnan dengan kecenderungan naik tipis pada pekan ini. Pergerakan harganya akan sangat ditentukan oleh prakiraan cuaca di Eropa serta perkembangan di China.

Read More

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (13/1/2023), harga batu bara kontrak Februari di pasar ICE Newcastle ditutup melandai 2,6% ke posisi US$ 334 per ton. Harga tersebut adalah yang terendah sejak 17 November 2022 atau hampir dua bulan terakhir.

Secara keseluruhan, harga batu bara jatuh 9,36% dalam sepekan. Pelemahan tersebut lebih dalam dibandingkan pada pekan lalu yang tercatat 5,42%. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara ambruk 11,55% sementara dalam setahun masih melesat 76%.


Harga batu bara diperkirakan bisa naik tipis pekan ini dengan ditopang oleh suhu di Eropa yang lebih dingin dan ekspektasi kenaikan permintaan di China. Namun, pasokan gas yang masih memadai bisa menekan harga batu bara karena permintaan pasir hitam diperkirakan tidak akan melonjak jika pasokan gas masih mencukupi.

Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi bahkan memperkirakan harga batu bara akan berada di kisaran US$ 360-380 per ton pada pekan ini.

“Kami expect akan mulai menurun. Di US$ 360-380. Karena easing covid di China masih tidak pasti dan kebutuhan gas di Uni Eropa terpenuhi dengan baik,” tutur Zuhdi, kepada CNBC Indonesia.

Dilansir dari Bloomberg, suhu udara di Inggris, Eropa bagian Nordik dan barat daya Eropa akan anjlok pada akhir Januari hingga Februari 2023 sehingga cuaca akan lebih dingin.

Sejumlah analis bahkan memperkirakan sebagian Eropa akan menghadapi “musim dingin yang sebenarnya” pada beberapa hari ke depan.

Suhu di sejumlah wilayah Inggris dan Skotlandia akan berada di kisaran minus 10 derajat Celcius. Sejumlah wilayah Jerman juga diperkirakan akan mengalami penurunan suhu.
Suhu yang lebih dingin disebabkan oleh masa udara yang lebih dingin yang berasal dari daerah kutub akan sampai ke Eropa pada pekan ini.

“Pada pekan-pekan mendatang, suhu diperkirakan akan lebih dingin. Kondisi ini bisa membuat harga listrik naik,” tutur Rystad Energy, Fabian Ronningen, dikutip dari Nasdaq.

Masa udara yang lebih dingin ini juga akan berdampak kepada pergerakan angin.

Produksi listrik dari tenaga angin di Jerman akan turun menjadi 25,7 gigawatts (GW) pada Senin dari 41,7 GW pada Jumat pekan sebelumnya. Untuk menutupi kekurangan listrik dari tenaga angina, Jerman kemungkinan akan meningkatkan produksi listrik dari batu bara.

Pembakaran batu bara untuk listrik di Jerman diperkirakan mencapai 3,204 juta ton pada Januari dan 3,023 Februari 2023. . Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yakni 3,199 juta ton pada Januari dan 2,861 pada Februari.

Dengan suhu yang lebih dingin, permintaan listrik juga diperkirakan akan meningkat karena masyarakat membutuhkan banyak daya untuk menghangatkan rumah.

Permintaan listrik di Jerman akan naik sebesar1,5 GW menjadi 61 GW dibandingkan Jumat pekan lalu. Permintaan listrik di Prancis akan naik 2 GW menjadi 66,4 GW pada pekan ini.

“Kami memperkirakan pembakaran batu bara di Eropa akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan sebagai dampak mulai berkurangnya pasokan,” tutur analis pasar batu bara Reuters Toby Hassall.

Pasokan batu bara di Pelabuhan ARA (Amsterdam, Rotterdam, Antwerp) sendiri kini berada di kisaran 6,25 juta ton pada akhir pekan lalu. Pasokan tersebut turun 2,4% dibandingkan pekan sebelumnya.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts