Setelah AS, Kini China yang Jadi Biang Kerok Rupiah Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca rilis data ekspor-impor China yang memburuk. Sebelumnya, rupiah juga sempat terpuruk parah setelah lembaga pemeringkatan menurunkan rating obligasi Amerika Serikat.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,23% terhadap dolar AS ke Rp15.215/US$1. Pelemahan ini melanjutkan tren depresiasi kemarin yang ditutup melemah 0,10% ke posisi Rp15.180/US$1 dan ini merupakan posisi terendah sejak 23 Maret 2023.



Kemerosotan Rupiah terjadi pada penutupan perdagangan hari ini setelah rilis data ekonomi China yang kurang memuaskan.

China merilis data neraca dagang yang mengalami kenaikan menjadi US$ 80,6 miliar atau lebih dari ekspektasi pasar US$ 70,6 miliar. Angka ini sekitar US$ 10 miliar lebih besar jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang berada di angka US$ 70,62 miliar.

Ekspor dan impor China secara bersamaan mengalami penurunan secara tahunan. Ekspor China merosot 14,5% (year on year/yoy) ke level terendah dalam lima bulan terakhir sebesar US$ 281,76 miliar. Ekspor ke negara-negara di ASEAN pun mengalami penurunan sebesar 21,4%.

Sedangkan dari sisi impor, terjadi penurunan yang sangat drastis sebesar 12,4% yoy sebesar US$ 201,16 miliar. Angka ini lebih rendah daripada periode sebelumnya yang juga turun sebesar 6,8% yoy. Penurunan impor ini terjadi karena permintaan domestik yang memburuk.

Kondisi ekspor-impor China yang mengalami kemunduran ini tidak baik bagi Indonesia sebab China merupakan tujuan ekspor utama Indonesia. Dampaknya yakni potensi terjadinya kemerosotan nilai ekspor Indonesia ke China karena permintaan China yang memburuk.

Beralih ke AS, malam hari ini akan dirilis data ekspor-impor serta neraca dagangnya yang juga akan berdampak terhadap Indonesia. Selain itu, data inflasi yang akan dirilis pekan ini juga perlu dicermati pelaku pasar. Pasalnya inflasi masih menjadi isu utama yang menyebabkan sikap Bank Sentral AS (The Fed) masih hawkish.

Meskipun gempuran sentimen negatif datang dari eksternal, namun fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik. Mengingat kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 atau April-Juni tumbuh 5,17% (year on year/yoy) dan 3,86% (quartal to quartal/qtq). Pertumbuhan tersebut adalah yang tertinggi sejak kuartal III-2022 atau tiga kuartal terakhir.

Selain itu, cadangan devisa (cadev) Indonesia pun mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2023 tercatat sebesar US$ 137,7 miliar, meningkat US$ 200 juta dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2023 sebesar US$ 137,5 miliar. Hal ini dapat menjadi angin segar bagi Rupiah agar dapat menguat ke depannya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts