Saham BRI Salah Harga, Harusnya Lebih Mahal!

Jakarta, CNBC Indonesia – Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menguat 16,79% sepanjang tahun 2022. Namun jika dibandingkan dengan bank KBMI IV lain saham BBRI tergolong lagging.

Read More

Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) keduanya memimpin penguatan saham bank KBMI IV dengan kenaikan lebih dari 40% secara year to date.

Dengan kinerja keuangan yang ditorehkan BBRI sepanjang 9 bulan 2022, maka bisa dibilang saham BBRI termasuk saham yang salah harga.

Hingga September 2022, laba bersih BBRI melonjak 106,1% secara year on year (yoy) menjadi Rp 39,3 triliun.

Apabila disetahunkan maka laba bersih BBRI berpotensi menjadi Rp 52,4 triliun di sepanjang tahun ini. Maka ada peluang laba bersih BBRI bisa naik 68,5% yoy tahun ini. Dengan begitu laba bersih BBRI berpotensi mencetak rekor tertingginya dalam sejarah.

Pendapatan bunga bersih BBRI melonjak 16,3% yoy diakibatkan karena pertumbuhan pendapatan bunga yang mencapai 9,2% yoy dan penurunan beban bunga yang mencapai 17% yoy.

Peningkatan pendapatan bunga diakibatkan karena BBRI berhasil menyalurkan kredit yang tumbuh 7,9% yoy terutama karena kredit segmen mikro dan peningkatan imbal hasil dari kredit (loan yield).

Di sisi lain penurunan beban bunga karena BBRI berhasil meraup pendanaan dengan biaya murah sehingga menekan Cost of Fund (CoF).

Struktur pendanaan atau deposit dari nasabah BBRI mayoritas disumbang oleh dana murah alias Current Account Saving Account (CASA) yang terdiri dari giro maupun tabungan. Proporsi CASA mencapai 65,43% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) hingga September 2022

Selain karena strategi alokasi aset yang optimal serta low cost funding, perbaikan kualitas aset BBRI membuat biaya pencadangan turun drastis sampai 27,9%.

Rasio kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) BBRI turun dari 3,27% per September 2021 menjadi 3,09% per September 2022. Dengan kinerja tersebut wajar jika laba bersih BBRI berhasil melesat tinggi sepanjang tahun ini.

Pihak manajemen memproyeksikan untuk tahun 2022, pertumbuhan kredit grup bisa 9-11% dengan rasio marjin bunga bersih (NIM) di kisaran 7,6-7,8%; rasio Cost of Credit (CoC) di 2,8-3,0%; pertumbuhan beban biaya operasional overhead cost (OHC) 6-8%.

Menurut perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia, jika kualitas aset terus membaik dan BBRI bisa menekan beban biaya kredit menjadi 2,8% dan kredit tetap tumbuh 10% serta efisiensi operasional hanya menimbulkan kenaikan OHC sebesar 6%, maka laba bersih BBRI bisa mencapai lebih dari Rp 50 triliun.

Prospek kinerja bisnis BBRI ke depan juga sangat cerah dan akan didukung dengan mesin pertumbuhan bernama holding ultra-mikro (UMi). Inilah yang akan menjadi motor penggerak kredit BBRI ke depannya.

Sebagai bank dengan rasio permodalan paling kuat di antara bank raksasa lain (terutama setelah berhasil meraup dana segar dari right issue jumbo 2021), tentu kapasitas ekspansi kredit BBRI tak perlu diragukan lagi. Kredit BBRI bisa tumbuh setidaknya 10% secara konsisten hingga 2025.

Eksposur portofolio kredit ke UMKM akan meningkatkan imbal hasil kredit (loan yield), sementara penguatan struktur CASA akan membuat biaya atas dana (CoF) menjadi manageable. Artinya rasio NIM akan terdongkrak naik.

Dengan asumsi kualitas kredit bisa dijaga dan CoC bisa diturunkan ke bawah 2% sementara pertumbuhan OHC dijaga di 3-5% sampai tahun 2025, maka laba bersih BBRI bisa mencapai Rp 80,2 triliun. Artinya rata-rata pertumbuhan laba bersih bisa dobel digit di 17% per tahun.

Dengan kinerja tersebut, maka kemampuan BBRI untuk membagikan dividen juga tak perlu dipertanyakan. Dalam kesempatan Public Expose, Direktur Utama BBRI Sunarso menyampaikan bahwa rasio permodalan BBRI yang kuat mampu membuat grup bisa membagikan dividen 70% dari laba bersih dalam 3-4 tahun ke depan.

Artinya jika pada 2025 laba bersih BBRI mencapai Rp 80,2 triliun, maka setoran dividen yang dibagikan mencapai Rp 56 triliun atau setara dengan Rp 370/saham.

Apabila menggunakan asumsi tersebut untuk menghitung valuasi saham BBRI dengan metode Dividend Discount Model (DDM), dengan asumsi risk free rate 7,5% dan equity risk premium 2,7%; beta saham BBRI 1,38 kali dan terminal growth 5%, maka diperoleh harga wajar saham BBRI setara dengan Rp 5.600/unit.

Jika pada perdagangan Jumat (9/12/2022), harga saham BBRI ditutup di Rp 4.800/unit maka potensial upside-nya mengacu pada perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia mencapai 16,6%.

Dengan potensi upside tersebut, jelas terlihat bahwa harga saham BBRI saat ini benar-benar terdiskon alias kemurahan!

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Bank Kakap RI Sudah Rilis Laporan Keuangan, Siapa Jagoannya?

(trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts