Rupiah Longsor, Dolar Tembus Rp15200

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pelaku pasar menunggu data inflasi AS.

Read More

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah tipis 0,07% terhadap dolar AS di angka Rp15.200/US$1. Bahkan Rupiah sempat melemah dalam kurang dari lima menit hingga Rp15.215/US$1. Hal ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan kemarin yang menguat 0,16% ke Rp15.190/US$1.

Rupiah kini bergerak di level terendah dalam empat bulan terakhir.



Fluktuasi Rupiah hari ini terjadi di tengah sikap wait and see pasar menunggu dua data penting dari AS yang akan rilis malam ini, yakni inflasi dan klaim pengangguran.

Polling yang dilakukan Dow Jones memperkirakan inflasi AS akan mencapai 0,2% (month to month/mtm) dan 3,3% (year on year/yoy) pada Juli. Sebagai informasi, inflasi AS pada Juni berada di 0,2% (mtm) dan 3% (yoy).

Artinya, polling memperkirakan inflasi AS (yoy) akan meningkat. Hal ini menjadi kekhawatiran pasar karena inflasi yang meningkat akan membuat The Fed kembali hawkish dengan kebijakan suku bunganya. Kenaikan inflasi akan menjauhkan AS untuk memenuhi target inflasi Bank Sentral AS (The Fed) di kisaran 2%.

Selain itu, AS juga akan mengabarkan data penting yaitu tingkat klaim pengangguran. Pada pekan sebelumnya, jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran AS mencapai 227 ribu. Jumlah tersebut naik dari pekan sebelumnya yang sebesar 221 ribu.

Melansir Trading Economics, konsensus pasar memperkirakan klaim pengangguran pengangguran AS akan kembali meningkat menjadi 230 ribu. TEForecast memprediksi kenaikan yang lebih rendah di 229 ribu.

Kenaikan tersebut cukup kecil untuk menyimpulkan jika pasar tenaga kerja AS sudah mendingin. Hal ini bisa mendukung kemungkinan bahwa The Fed masih akan memperpanjang siklus pengetatannya tahun ini.

Beralih ke Benua Asia, kemarin China merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mengalami deflasi 0,3% yoy pada Juli 2023. Angka ini juga merupakan deflasi pertama sejak Februari 2021.

Sedangkan Indeks Harga Produsen (IHP) masih mengalami kontraksi selama 10 bulan berturut-turut di angka 4,4% yoy.

Namun begitu, dari domestik diketahui fundamental ekonomi Indonesia masih dalam kategori positif. Terbukti dari hasil rilis data penjualan ritel yang berbalik positif 7,9% yoy dari periode sebelumnya yang sempat turun tajam sebesar 4,5% yoy.

Pertumbuhan ini merupakan yang tercepat sejak April 2022, didorong oleh rebound penjualan makanan (12,0% vs -2,7% di bulan Mei) dan bahan bakar (0,2% vs -8,4%), di tengah kenaikan penjualan pakaian yang lebih cepat (15,0% vs 7,1%), karena konsumsi menguat di tengah musim liburan bagi pelajar.

Selain itu, penjualan barang budaya & rekreasi turun lebih sedikit (-0,9% vs -6,6%), informasi & komunikasi (-16,3% vs -25,3%), dan peralatan rumah tangga (-6,9% vs -8,4%). Sementara penjualan suku cadang & aksesoris otomotif terus turun (-5,2% vs -1,2%).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Jika RI “Jauhi” Dolar AS, Rupiah Hingga Pasar Saham Aman?

(rev/rev)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts