Resesi Di depan Mata, 437 Saham Longsor & 43 ARB!

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok pada penutupan sesi I perdagangan hari ini (05/01/23) di tengah ancaman resesi. Setidaknya hampir lima ratus saham mengalami koreksi pada penutupan kali ini.

Read More

IHSG ditutup pada level 6.695,71 atau turun sebesar 1,73%. Terdapat 437 saham terkoreksi, 101 saham mengalami penguatan dan 107 lainnya konsisten tidak berubah. Selain itu, ada sebanyak 43 saham menyentuh batas bawah alias ARB.

Berdasarkan data statistik RTI business, tercatat sebanyak 13 miliar saham diperdagangkan dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 803 ribu kali serta nilai perdagangan mencapai 7 triliun rupiah.

Mayoritas saham blue chip melemah. Elang mahkota kehilangan 6,90% sementara Medco Energy anjlok 6,5%. Harum Energy merosot 5.23% diikuti Tower Bersama Infrastucture dan XL Axiata yang turun 4,72% dan 4,70%.

Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan isyarat bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global – Amerika Serikat, Eropa, dan China semuanya mengalami aktivitas yang melemah.

Federal Reserve telah menjadi lebih agresif dalam upayanya untuk mengekang inflasi, dan William Dudley mengatakan tindakan bank sentral mengindikasikan resesi mungkin terjadi.

“Resesi sangat mungkin hanya karena apa yang harus dilakukan The Fed,” kata Dudley dalam sebuah wawancara pada hari Selasa.

“Tapi yang berbeda kali ini saya pikir adalah jika kita mengalami resesi, itu akan menjadi resesi yang disebabkan Fed dan Fed dapat mengakhiri resesi dengan kemudian melonggarkan kebijakan moneter.”

The Fed menaikkan suku bunga tahun lalu, dan telah mengatakan akan terus melanjutkan hal itu agar inflasi turun menjadi 2%.

“Saya tidak berpikir bahwa ada risiko besar dari bencana ketidakstabilan keuangan yang mendorong ekonomi ke dalam resesi yang dalam,” kata Dudley.

Prediksi Dudley tentang ekonomi Amerika datang ketika survei Wall Street Journal menemukan bahwa dua pertiga ekonom percaya bahwa resesi sudah di depan mata.

Pelaku pasar juga berhati-hati setelah data menunjukkan aktivitas pabrik China menyusut paling banyak dalam hampir 3 tahun pada bulan Desember, di tengah penyebaran cepat kasus COVID di seluruh daratan.

Peningkatan kasus Covid-19 setidaknya setahun terakhir membuat Negeri Tirai Bambu tersebut menerapkan sejumlah pembatasan yang membuat aktivitas ekonomi kembali terhambat.

Bahkan, lonjakan baru kasus Covid-19 yang diperkirakan terjadi di China dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan makin memukul ekonominya tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global.

“Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan China akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, dampak terhadap pertumbuhan global akan negatif,” ujar Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Roller Coaster IHSG, Naik Turun Makin Gak Bisa Ditebak

(Muhammad Azwar/ayh)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts