Perppu Dikritik Habis-habisan, Airlangga Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai berbagai kritik setelah diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 lalu. Perppu itu diterbitkan dalam rangka merespon putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Omnibus Law UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto alasan hadirnya Perppu ini sebagai bentuk kepastian hukum untuk berbagai bentuk peraturan yang telah ada sebelumnya.

“Ya memberi kepastian hukum,” terangnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (6/1/2023).

“Ya kalau misalnya tidak ada dasar hukum kita bank tanah kelanjutannya gimana, kemudian harmonisasi pajak bagaimana, kemudian yang berikut sovereign wealth fund bagaimana,” lanjutnya.

Menanggapi banyak kritik di masyarakat terkait hal ini, Airlangga mengatakan hal tersebut menjadi bagian dari demokrasi di Indonesia.

“Demokrasi kan harus ada yang memberi apresiasi dan kritik,” ujarnya.

Adapun pasal yang banyak dikritik kalangan penguasaha yakni Pasal 88 D Perppu Cipta Kerja, dimana upah minimum dihitung dengan menggunakan rumus penghitungan upah minimum, yakni dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai formula penghitungan upah minimum diatur dalam peraturan pemerintah,” tulis Pasal 88 D ayat 3 dalam Perppu tersebut.

Selain itu dari sisi pekerja, ketentuan mengenai libur pegawai menuai sorotan. Aturan ini tertuang dalam pasal 79 ayat 2 huruf b yang berbunyi “Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,”

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menegaskan, ketentuan waktu istirahat atau libur bagi pekerja ini sebetulnya tidak ada perubahan dari pengaturan sebelumnya yang tertera dalam Undang-undang Cipta Kerja.

“Pertanyaan atau pernyataan ini penting untuk diluruskan. Pertama, ketentuan waktu istirahat dan cuti yang diatur dalam Perpu 2/2022 tidak ada yang beda dengan yang telah diatur dalam UU 11/2020,” kata Anwar kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (6/1/2023).

Ia menjelaskan, kalimat Perpu yang menyatakan waktu istirahat mingguan itu hanya sebatas mengakomodir fleksibilitas libur pekerja setelah jumlah hari kerjanya ditetapkan perusahaan. Tujuannya supaya memberi ruang kepastian hari libur dalam sepekan kerja.

“Ketentuan waktu libur tersebut disesuaikan dengan ketentuan mengenai waktu kerja yang dimungkinkan kurang dari 5 hari atau 6 hari dalam seminggu,” tutur Anwar.

Dengan demikian, ia menekankan, jika dalam sepekan ada 7 hari, dan pihak perusahaan menetapkan waktu kerja 6 hari bagi karyawannya, maka waktu libur atau istirahatnya adalah 1 hari. Jika waktu kerjanya ditetapkan 5 hari maka waktu liburnya otomatis tetap menjadi 2 hari.

“Begitu pula bila waktu kerja yang diberlakukan 5 hari, maka waktu libur atau istirahatnya 2 hari. Begitu seterusnya, kalau terhadap pekerja diberlakukan hanya 4 hari kerja, maka tentunya waktu istirahatnya menjadi 3 hari,” ucap dia.

Oleh karena itu, ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat tersebut menurut Anwar dapat mengakomodir kebutuhan dunia usaha dan dunia kerja saat ini dan ke depannya.

[Gambas:Video CNBC]

(haa/haa)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts