Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah batal menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (2/1/2022), padahal di awal sesi menguat cukup tajam hingga ke bawah Rp 15.500/US$.
Melansir data Refinitiv, rupiah menutup perdagangan di Rp 15.570/US$, melemah tipis 0,03% di pasar spot.
Kabar baik datang dari dalam negeri. S&P Global pagi ini melaporkan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia naik menjadi 50,9 pada Desember 2022, naik dari bulan sebelumnya 50,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, di atasnya adalah ekspansi.
Artinya, di penghujung 2022 sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya.
S&P Global melaporkan, peningkatan demand membuat output produksi meningkat, begitu juga dengan aktivitas pembelian serta perekrutan tenaga kerja.
“PMI Desember menunjukkan peningkatan kondisi sektor manufaktur Indonesia pada akhir 2022. Laju ekspansi output dan penjualan yang lebih cepat bersama dengan meredanya tekanan kenaikan harga menjadi perkembangan yang bagus, meski kenaikan produksi dan demand masih lemah,” kata Jingyi Pan, Economics Associate Director at S&P Global Market Intelligence dalam rilisnya hari ini.
Jingyi juga melihat kenaikan harga output turun ke level terendah sejak Mei 2021, menunjukkan tekanan harga ke konsumen sudah melambat dan akan mendukung kenaikan demand ke depannya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi sepanjang 2022 sebesar 5,51% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Catatan tersebut lebih tinggi dari hasil polling CNBC Indonesia yang memperkirakan 5,39% (yoy).
Selain itu, Inflasi tersebut mengalami kenaikan dari November yang tercatat 5,42%.Secara tahunan, inflasi akan melandai seiring dengan memudarnya dampak kenaikan harga BBM subsidi.
“Terjadi inflasi sebesar 5,51%. Inflasi tahun ke tahun ini merupakan inflasi tahun kalender 2022,” papar Kepala BPS Margo Yuwono, Senin (2/1/2023).
Inflasi tahunan ini, kata Margo, dipicu oleh tarif transportasi 15,26% dengan andil 1,84%. Kedua, inflasi terjadi pada makanan, minuman dan tembakau sebesar 5,83% dan andilnya 1,51%.
Inflasi inti tercatat menembus level 3,36%.
“Peningkatan inflasi komponen inti mendorong inflasi tahunan Desember 2022 lebih tinggi dari sebelumnya,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (2/1/22023)
Inflasi inti tersebut lebih rendah ketimbang hasil polling sebesar 3,39%.
Secara keseluruhan inflasi di dalam negeri terbilang terkendali, mengingat pemerintah sebelumnya menaikkan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite yang dikhawatirkan akan memicu inflasi tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD
(pap/pap)
Sumber: www.cnbcindonesia.com