Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi industri perbankan di Indonesia saat ini tetap terjaga resilien. Hal ini tercermin dari kualitas kredit yang terjaga, yakni rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross stabil sebesar 2,51% di bulan Juli 2023, menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di samping itu, rasio kredit berisiko atau loan at risk (LAR) juga telah turun sepanjang tahun ini, menjadi 12,59% per Juli 2023.
Meskipun kondisi perbankan terbilang kuat, OJK meminta perbankan untuk memperkuat pencadangan seiring dengan potensi risiko selama periode suku bunga yang relatif tinggi.
“OJK meminta perbankan mempersiapkan pencadangan (CKPN) yang memadai untuk mengantisipasi terjadinya potensi peningkatan risiko selama masa periode suku bunga yang relatif tinggi,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Juli 2023, dikutip Kamis (7/9/2023).
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) masih menahan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 5,75% sejak Januari 2023. Bank Sentral telah mengerek suku bunga acuan sebesar 225 basis poin (bps) hanya dalam 6 bulan atau pada periode Agustus 2022 hingga awal tahun ini.
Padahal, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan juga terbilang kuat di tingkat 27,46%.
Melihat tingkat profil risiko dan permodalannya, pengamat perbankan Lando Simatupang menilai bahwa industri perbankan RI secara umum dalam kondisi yang baik. Namun, kata dia, industri perbankan harus siap dengan perubahan situasi.
“OJK sebagai regulator tentu perlu mengingatkan hal tersebut, karena potensi krisis pangan (nego gandum Rusia dengan negara lain belum selesai), potensi kredit macet (Cina dengan pengembang terbesar),” terang Lando saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (7/9/2023).
Ia juga menyorot data statistic yang menunjukkan bahwa tingkat CAR dari bank berukuran besar, yakni KBMI 3 dan 4, hanya sekitar 22%. Sementara untuk bank berukuran menengah dan kecil, yakni ada KBMI 1 dan 2, tingkat CAR-nya jauh di atas 25%.
“Beberapa bank di KBMI 4 ada yang Domestic Sistematically Important Bank (DSIB), sehingga mereka lebih rentan yang bisa mempengaruhi industri,” pungkas Lando.
Maka dari itu, ia mengatakan OJK sebagai regulator perlu menyampaikan “pesan positif” ini kepada industri dan perekonomian. Sehingga bank sebagai pribadi menyiapkan diri dan membuat penyesuaian yang perlu dengan memperhatikan kondisi global dan domestik tersebut.
“Dengan kenaikan suku bunga dan harga pangan, ada potensi kualitas aset dan LAR dan NPL meningkat, tetapi dengan kesiapan pencadangan yang baik, maka industri stabil,” ujarnya.
Sementara itu, SVP, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan berpendapat bahwa kebijakan OJK yang meminta bank untuk meningkatkan pencadangan ini akan berdampak pada penurunan laba bank. Namun begitu, ia menilai sstruktur keuangan bank terlihat lebih baik.
Ia memandang OJK memberlakukan kebiakan ini karena melihat perbankan perlu terlebih dahulu memperkuat dan memperbaiki fundamental keuangannya.
“Di antaranya, adalah dengan mengalokasikan CKPN yang cukup dalam mengantisipasi peningkatan kredit bermasalah. Terutama di tren suku bunga yang masih akan naik,” kata Trioksa saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (7/9/2023).
Kebijakan ini menurutnya juga menyikapi tingkat CAR yang besar, perolehan laba perbankan yang besar dan alokasi pembagian dividen yang dinilai besar.
Seperti diketahui, saat ini kondisi perekonomian masih dibayangi dengan gejolak-gejolak perekonomian global. Seperti, meningkatnya ekspektasi kebijakan moneter The Fed yang masih mengetat, momentum pemulihan ekonomi Tiongkok termoderasi di bawah ekspektasi. Selain itu deflasi sektor properti di Negeri Tirai Bambu tersebut kembali menjadi pemicu ketidakpastian dunia.
Selain itu, krisis pangan kini semakin nyata menghantui dunia. Ini terjadi akibat banyak negara membatasi ekspor sebagai imbas dari El-Nino yang menyebabkan kekeringan ekstrim dan mengganggu produksi pangan secara global.
Belum lagi, ancaman krisis pangan akibat perang Rusia-Ukraina yang belum usai. Drone Rusia dilaporkan menghantam infrastruktur pelabuhan Sungai Danube di bagian selatan wilayah Odesa, yang merupakan jalur penting bagi ekspor biji-bijian Ukraina, menjadi rute utama ekspor gandum Ukraina sejak Juli.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Bikin Kaget! Kredit Macet Pinjol RI Paling Gede di Daerah Ini
(fsd/fsd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com