Menebak Arah Cuan ‘Raja-Raja Properti’ Indonesia

Jakarta,CNBC Indonesia – Tingkat inflasi yang tinggi di hampir seluruh negara di Dunia yang disebabkan harga energi yang terus naik mendorong kebijakan bank sentral untuk menaikkan suku bunganya. Tak terkecuali di Indonesia, tingkat bunga yang tinggi tentunya menjadi tantangan khusus bagi perkembangan industri properti.

Read More

Dari sisi liabilitas yang meningkat dan diikuti juga tingkat permintaan properti yang lemah karena KPR yang tinggi. Selain tingkat harga energi yang tinggi pun mendorong harga bahan baku bangunan meningkat.

Secara rata-rata profil pembayaran properti di Indonesia, khususnya properti residensial tipe rumah kecil didominasi oleh pembayaran melalui skema KPR. Berdasarkan laporan “Indeks Harga Properti Residensial” yang dirilis oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 November 2022, bahwa sekitar 74,53% pembiayaan konsumen membeli properti residensial melalui skema KPR, dengan profil pembiayaan tunai bertahap mencapai 17,39%, dan profil pembiayaan dengan tunai hanya mencapai 8,08%, per data kuartal III-2022.



Sekedar informasi, properti terbagi menjadi dua segmen yaitu residensial dan komersial. Properti residensial merupakan properti yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian. Terdapat 3 tipe pada properti residensial yaitu tipe kecil, tipe menengah dan tipe besar.

Sedangkan properti komersial merupakan bangunan yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk mencari keuntungan bagi pemiliknya sehingga bisa memberikan penghasilan. Seperti halnya kantor, ruko, dan gedung.

Entah itu properti komersial maupun residensial secara keseluruhan memang mencatatkan perlambatan pada triwulan III tahun ini. Secara triwulan, Indeks Permintaan Properti Komersial pada Triwulan III-2022 pada kategori sewa masih tercatat tumbuh melambat sebesar 2,14%, lebih rendah jika dibandingkan 5,03% pada triwulan-II 2022.

Melansir laporan BI mengenai Indeks Permintaan Properti Komersial, perlambatan permintaan ini terutama terjadi pada segmen hotel dan convention hall di seluruh cakupan survei. Yang juga terjadi pada segmen apartemen sewa di Bandung dan Surabaya.

Hal serupa pun terjadi pada Indeks Properti Komersial Kategori Jual yang tumbuh melambat 0,06% secara triwulan, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 0,34% pada triwulan II-2022. Perlambatan pada kategori jual dipengaruhi oleh segmen perkantoran jual, lahan industri, dan warehouse complex yang hampir tidak ada perubahan permintaan dari triwulan sebelumnya.

Tidak beda jauh dengan perlambatan permintaan yang terjadi pada properti komersial, secara total Indeks Pertumbuhan Penjualan Properti Residensial pun mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III-2022 ini yang hanya tumbuh 0,22% jika dibandingkan 11,5% pada triwulan II-2022, dimana walaupun penjualan rumah tipe besar tumbuh 31.42% secara triwulan versus kuartal-II 2022 yang turun -0,52%. Di sisi lain, penjualan rumah tipe kecil menurun -2,48% dibandingkan triwulan-II 2022 yang tumbuh 10,11. Sedangkan untuk penjualan tipe rumah menengah pun tumbuh melambat sebesar 5,43% lebih rendah jika dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 19,55%.



Dengan perlambatan yang terjadi pada sektor properti, lantas adakah kesempatan bagi emiten-emiten properti di Indonesia mampu bertahan dan mencatatkan pertumbuhan. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu fund manager hebat di dunia yaitu Peter Lynch dalam bukunya dia menyatakan bahwa “perusahaan yang bertumbuh cepat tidak perlu berada pada industri yang bertumbuh cepat juga. Yang dibutuhkan adalah ruang untuk berkembang pada industri yang tumbuh lambat”.

Begitupun dengan PT Ciputra Development (CTRA) sebagai salah satu emiten yang bergerak di industri properti yang melambat ini. Namun CTRA masih dapat mencatatkan kinerja keuangan yang kuat yang tercermin pada top line atau pendapatan perseroan yang tumbuh 9% per triwulan III-2022 dibandingkan tahun sebelumnya dan bottom line atau laba bersihnya yang tumbuh sebesar 44% atau menjadi Rp 1,5 triliun secara tahunan.

Segmen bisnis properti CTRA yang sedang digenjot saat ini berfokus pada penjualan properti hunian high end yang berkontribusi cukup signifikan sebesar 43% terhadap total pra penjualan properti CTRA dengan proyek yang dijalankan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Medan, Kedamean dan Jakarta. Total marketing sales pada tahun fiskal 2022 ini pun diproyeksikan dapat bertumbuh mencapai 13% atau setara Rp 8,41 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.

Tak cuma CTRA, rivalnya PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) juga mencatatkan kinerja yang cukup apik dengan mencatatkan laba bersih menjadi Rp 1,19 triliun pada triwulan III-2022 atau naik sebesar 65% secara tahunan.

Kemudian berbeda dengan CTRA dan PWON untuk emiten dengan nama PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) malah sebaliknya, dimana BSDE mencatatkan penurunan laba bersih -1.3% turun menjadi Rp 918 miliar vs Rp 930 miliar pada triwulan II-2022, sekalipun pendapatan BSDE meningkat sebesar 38% menjadi Rp 7,1 triliun pada triwulan III-2022 ini. Namun manajemen belum mampu menekan pos penghasilan dan beban lain-lain, dengan lonjakan yang signifikan dari kerugian selisih kurs mata uang asing. Yang melesat dari posisi Rp 11,56 miliar per kuartal III-2021 menjadi Rp 349,50 miliar hingga September 2022. Sehingga ini mendorong laba bersih turun tipis pada triwulan III-2022 ini.



Menilik valuasi emiten-emiten properti di Indonesia melalui relative valuation, menurut hitungan valuasi Price to earning ratio (PER) atau harga saham yang dibagi pendapatan perusahaan per lembar saham, CTRA memiliki valuasi PER yang atraktif atau murah jika dibandingkan dengan total rata-rata industri yang sebesar 24,26x. Dan dengan Price To Book Value yang juga menarik atau wajar sebesar 1,09x dibandingkan PBV rata-rata industri sebesar 1,47x.

Jadi apakah saham dari raja-raja properti di tanah air tersebut masih menarik dan menghasilkan cuan? pilihan ada ditangan Anda.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Suku Bunga Naik, Begini Strategi Penjualan BSD

(mak/mak)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts