Melesat dan Nyaris Cetak Rekor, Rupiah Malah Berbalik Stagnan

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah bergerak liar melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (2/5/2023), setelah melesat tiga hari beruntun pekan lalu.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.620/US$, menguat 0,31% di pasar spot. Level tersebut merupakan rekor terkuat 2023 yang sebelumnya dicapai Jumat pekan lalu. Sayangnya penguatan tersebut belum mampu dilanjutkan, rupiah justru berbalik stagnan di Rp 14.665/US$ pada pukul 9:05 WIB. 

Melihat posisi rupiah saat ini, maka wajar jika terjadi koreksi, apalagi pekan ini banyak sentimen dari dalam dan luar negeri. 

Dari dalam negeri, hari ini ada rilis data inflasi yang menjadi perhatian pelaku pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi April 2023 akan menembus 0,47% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).

Inflasi akan lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat 0,18%.

Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan menembus 4,51%. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Maret yang tercatat 4,97%.

Inflasi yang bisa dikatakan sukses dikendalikan menjadi salah satu pemicu penguatan rupiah sepanjang tahun ini yang tercatat sebesar 6,1%. Rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia, dan nomer tiga di dunia, berdasarkan data Refinitiv.

Saat inflasi terjaga, daya tarik aset-aset di dalam negeri pun meningkat. Hal ini terlihat dari aliran modal yang cukup deras masuk ke pasar obligasi. Sepanjang bulan lalu hingga 27 April, tercatat inflow ke pasar obligasi sebesar Rp 4,4 triliun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).

Dalam 4 bulan pertama tahun ini, outflow hanya terjadi pada Februari, inflow pada Januari bahkan mencapai Rp 49,7 triliun.

Selain rilis ada inflasi, di pekan ini juga ada data pertumbuhan ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data produk domestik bruto (PDB) tersebut pada Jumat (5/5/2023), hasil survei dari Reuters menunjukkan pertumbuhan 5,95% (yoy) lebih rendah dari kuartal sebelumnya 5,01%.

Fokus utama tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis (4/5/2023) dini hari waktu Indonesia.

Pada Kamis pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I-2023 tumbuh 1,1% lebih rendah dari hasil survei Reuters terhadap para ekonom sebesar 2%.

Rilis tersebut tentunya membuat ekspektasi The Fed akan segera mencapai terminal rate. Suku bunga The Fed diperkirakan akan naik lagi 25 basis poin menjadi 5% – 5,25% yang menjadi puncaknya, dan ada peluang akan dipangkas pada akhir tahun, berdasarkan data dari perangkat FedWatch miliki CME Group.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


BI Sebut Permintaan Dolar Meningkat, Pasokan Valas Aman?

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts