Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga pada pertengahan perdagangan Rabu (16/11/2022), seiring dengan terpuruknya mata uang di Asia. Apa penyebabnya?
Mengacu pada data Refinitiv, Mata Uang Garuda melemah pada pembukaan perdagangan sebesar 0,1% ke Rp 15.550/US$. Kemudian, rupiah terkoreksi lebih tajam menjadi 0,55% ke Rp 15.620/US$ pada pukul 11:00 WIB.
Pada Selasa (15/11), Indeks Harga Produsen (IHP) AS per Oktober 2022 naik 0,2% secara bulanan (month-to-month/mtm). Sesuai dengan konsensus analis Trading Economics. Namun, IHP secara tahunan melandai dari 8,4% menjadi 8% yoy. Posisi tersebut lebih rendah dari prediksi analis yang memproyeksikan di 8,3%.
Rilis IHP kerap dijadikan data penunjang krusial untuk bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelum memutuskan kebijakan moneter selanjutnya.
Setelahnya, Presiden Atlanta Raphael Bostic memberikan pernyataan bahwa ia melihat hanya sedikit bukti bahwa pengetatan kebijakan moneter agresif dari Fed telah menurunkan inflasi.
“Uang yang lebih ketat belum cukup membatasi aktivitas bisnis untuk secara serius mengurangi inflasi. Saya mengantisipasi bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga akan diperlukan,” tuturnya dikutip Reuters.
Bostic mengatakan bahwa resesi dapat dihindari dan skenario tersebut lebih disukai daripada inflasi yang tinggi mengakar.
“Saat ini, pekerjaan nomor satu untuk FOMC adalah menjinakkan inflasi yang terlalu tinggi. Ukuran inflasi yang disukai The Fed berjalan lebih dari tiga kali target 2%,” tambahnya.
“Setelah tingkat kebijakan Fed mencapai tingkat pembatasan yang tepat, bank sentral perlu mempertahankannya di sana “sampai kita melihat bukti yang meyakinkan bahwa inflasi berada di jalur yang benar” menjadi 2%,” kata Bostic.
Dari dalam negeri, investor masih menantikan rilis kebijakan terbaru dari Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan akan dirilis pada Kamis (17/11). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada bulan ini.
Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25%.
Pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya bergerak menguat 0,17% ke posisi 106,58. Hal tersebut turut menekan pergerakan mata uang di Asia.
Melansir Refinitiv, semua mata uang di Asia terkoreksi terhadap dolar AS, di mana yen Jepang menjadi pemimpin penurunan karena terkoreksi paling tajam sebesar 0,64%. Disusul oleh rupee India dan rupiah yang melemah masing-masing sebesar 0,58% dan 0,55% di hadapan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Hingga Tengah Hari Jelang Weekend, Rupiah Masih Kuat Nanjak!
(aaf/aaf)
Sumber: www.cnbcindonesia.com