Jakarta, CNBC Indonesia– Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini (12/01/23) dibuka menguat. Sehingga, IHSG akhirnya menghentikan penurunan dua hari beruntun.
IHSG air dibuka naik 0,25% ke 6.601,45. Meski tipis, namun indeks kembali menjajaki zona psikologis 6.600. Tiga menit berselang, IHSG masih bergerak di wilayah positif dengan kenaikan 0,32% menjadi 6.605,46.
Statistik perdagangan mencatat ada 175 saham yang mengalami penurunan dan 200 saham yang naik, serta sisanya sebanyak 163 saham stagnan. Nilai perdagangan tercatat sebanyak Rp 698 miliar dengan melibatkan lebih dari 1,4 miliar saham.
Gerak IHSG sejalan dengan menguatnya bursa acuan Amerika Serikat, Wall Street. Semalam, Pasar saham Amerika Serikat (AS) ditutup naik karena investor semakin yakin bahwa data inflasi yang akan diumumkan malam ini akan menjadi sentimen positif bagi kenaikan suku bunga The Fed yang lebih teredam.
Indeks S&P 500 berakhir menguat 1,28%, dengan Dow Jones Industrial Average naik 0,80%. Sementara itu, indeks padat teknologi Nasdaq terapresiasi 1,76%.
Kendati demikian, perlu diketahui bahwa menguatnya IHSG tak lepas dari saham big four yang berhasil rebound pada pagi ini. Per pukul 09.05 seluruh bank raksasa tersebut menguat dengan BMRI menjadi saham yang paling menonjol dengan apresiasi 2,51%. Disusul BBRI naik 1,83%, BBNI menguat 1,47% dan BBCA menguat 0,31%.
Sentimen positif berasal dari pembukaan kembali ekonomi China secara lebih luas, yang pada dasarnya merupakan berita positif bagi perekonomian RI, mengingat negara pimpinan Xi Jinping ini merupakan mitra dagang utama. Meski demikian, kondisi ini juga dapat menjadi tantangan bagi pasar ekuitas domestik.
Masih dari China, investor juga perlu menyimak sejumlah data ekonomi China yang akan diumumkan pagi ini. Data tersebut adalah tingkat inflasi dan Indeks Harga Produsen (IHP) untuk bulan Desember lalu. Konsensus Trading Economics memperkirakan inflasi China periode tersebut bakal kembali naik menjadi 1,8% secara tahunan (yoy), namun melambat secara bulanan. Sementara itu IHP diperkirakan akan kembali tumbuh negatif secara tahunan (yoy) di tengah melemahnya permintaan domestik karena pembatasan COVID yang ketat dan penurunan harga komoditas.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Dear Investor, Ada Tuah September Effect, Apa Tuh?
(dhf/dhf)
Sumber: www.cnbcindonesia.com