Kembali ke Realita, Wall Street Balik Merana

Jakarta, CNBC Indonesia – Laju penguatan bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street masih belum mampu berlanjut di awal perdagangan Kamis (22/12/2022) waktu setempat. Setelah ditopang laporan laba Nike dan FedEx yang apik pada perdagangan Rabu, Wall Street kini kembali ke realita, resesi di depan mata.

Read More

Indeks Dow Jones dibuka turun 0,67%, S&P 500 minus 0,82% dan Nasdaq paling parah 1,14%.

“Saya lebih condong mengambil posisi short pasar saham. Kenaikan/penurunan tidak masuk akal bagi saya ketika saya memiliki begitu banyak…. bank sentral yang mengatakan apa yang akan mereka lakukan,” kata David Tepper, founder Appaloosa Management dalam acara “Squawk Box” CNBC International.

Bank sentral di berbagai negara, termasuk The Fed (bank sentral AS) sudah menegaskan jika suku bunga akan terus dinaikkan hingga tahun depan. Semakin tinggi suku bunga maka risiko resesi akan semakin besar.

Kemarin, laporan laba Nike dan FedEx yang lebih tinggi dari estimasi membuat sentimen pelaku pasar membaik. Hari ini sebaliknya, laba CarMax, perusahaan ritel mobil bekas dan Micron Technology melaporkan laba dan pendapatan yang mengecewakan.

Sementara itu data ekonomi yang dirilis menunjukkan klaim tunjangan pengangguran di AS naik 2.000 orang pada pekan yang berakhir 17 Desember, menjadi 216.000 orang. Meski mengalami kenaikan dari pekan sebelumnya, tetapi masih di bawah ekspektasi Dow Jones sebanyak 220.000 orang.

Kondisi pasar tenaga kerja AS memang tengah menjadi sorotan. Data-data menunjukkan cukup kuat, tetapi pemutusan hubungan kerja massal (PHK) terus terjadi.

PHK sektor teknologi sepanjang tahun ini mencapai 150 ribu orang, lebih dua kali lipat dari ketimbang krisis finansial 2008 sebanyak 65 ribu orang, berdasarkan data dari perusahaan Challenger, Gray & Christmas yang dikutip Business Insider India, Minggu (18/12/2022).

Tidak hanya sektor teknologi, sektor lainnya juga mengalami hal yang sama. Raksasa perbankan AS, Goldman Sachs berencana memangkas 8% karyawannya pada Januari 2023.

CNBC Internasional yang mengutip sumber terkait melaporkan PHK akan terjadi dilakukan di semua divisi, dengan total sekitar 4.000 karyawan.

PHK tersebut terjadi akibat risiko resesi dan diperkirakan masih akan berlanjut tahun depan.

“Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi,” kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


IHSG Bisa Melesat Lagi Nih! Syarat dan Ketentuan Berlaku

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts