Kabar Baik! Rupiah Sukses Menguat 2 Hari Beruntun!

Jakarta, CNBC Indonesia –  , meski sempat melemah pada pertengahan perdagangan. Dengan begitu, rupiah berhasil menguat selama dua hari beruntun, meski tipis saja.

Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terapresiasi 0,1% ke Rp 15.680/US$. Di pertengahan perdagangan, rupiah sempat berbalik arah dan terkoreksi tipis 0,03% ke Rp 15.700/US$. Namun, rupiah akhirnya sukses ditutup menguat 0,06% ke Rp 15.685/US$.

Read More

Banyaknya kabar baik dari dalam negeri, turut menopang laju Mata Uang Garuda. Salah satunya yakni, mayoritas investor ramai memburu Surat Berharga Negara (SBN) yang ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN acuan.

Hanya SBN tenor 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknyayield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 30 tahun naik 2,2 basis poin ke posisi 7,508% pada perdagangan hari ini. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) kembali menurun 4,5 bp menjadi 7,029%.

Di pasar lelang SBN, investor asing kembali memburu SBN atau Surat Utang Negara (SUN) pada hari ini, di mana jumlah penawaran asing mencapai Rp 6,4 triliun.

Pada lelang tersebut, pemerintah menerima penawaran sebesar Rp 30,32 triliun. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi dalam lima lelang terakhir.

Dari penawaran yang masuk, pemerintah menyerap utang sebesar Rp 15,20 triliun. Jumlah tersebut juga menjadi yang tertinggi sejak 13 September 2022 atau dalam lima lelang terakhir.

Penyerapan utang hari ini memenuhi target indikatif yang ditetapkan yakni Rp 10-15 triliun.

Penawaran dari investor asing pada lelang hari ini menembus Rp 6,40 triliun. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 3,62 triliun.

Jumlah tersebut juga naik tiga kali lipat dibandingkan pada lelang sebulan sebelumnya yakni 27 September 2022 sebesar Rp 1,7 triliun.

Adanya aliran dana yang masuk ke dalam negeri, berhasil membuat rupiah menguat.

Sementara itu, investor global masih menantikan risalah rapat pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dijadwalkan akan dirilis pada Kamis (24/11) dini hari.

Secara luas, para pelaku pasar memprediksikan bahwa The Fed akan bernada hawkish karena angka inflasi AS masih tinggi. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan beberapa pejabat Fed, salah satunya Presiden Fed Kansas City Esther George memprediksikan bahwa Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan ke tingkat yang lebih tinggi dan menahannya lebih lama agar berhasil memoderasi permintaan konsumen dan menurunkan inflasi yang tinggi.

Menurutnya sejak pandemi, masyarakat telah memiliki tabungan cadangan yang cukup banyak untuk menghadapi inflasi sehingga akan menjaga tingkat inflasi yang tinggi cukup lama.

“Dinamika kelebihan simpanan merupakan faktor kunci yang membentuk prospek output, inflasi, dan tentu saja suku bunga,” tutunya dalam konferensi ekonomi yang diselenggarakan oleh Bank Sentral Chile di Santiago.

“Tabungan yang lebih tinggi tentu saja dapat mengurangi penurunan konsumsi untuk berjaga-jaga dan mungkin diperlukan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk beberapa waktu guna meyakinkan rumah tangga untuk mempertahankan tabungan mereka daripada membelanjakannya dan tentu saja menambah tekanan inflasi,” tambahnya.

George bukan satu-satunya pejabat The Fed yang memprediksikan bahwa Fed belum akan melonggarkan kebijakan moneternya. Sebelumnya, Presiden Cleveland Loretta Mester juga menilai hal yang serupa. Namun, magtitude kenaikan suku bunga acuan diprediksi akan berkurang.

Mengacu pada alat ukur FedWatch, sebanyak 75,8% analis memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan oleh Fed sebanyak 50 bps pada pertemuan 14 Desember 2022. Jika benar terjadi, maka angka tersebut lebih rendah dari kenaikan suku bunga sebelumnya yakni 75 bps.


Sumber: cmegroup

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Menerka Nasib Rupiah Saat AS Kerek Suku Bunga 75 Bps

(aaf/aaf)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts