Jakarta, CNBC Indonesia – Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (10/11/2022), jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) periode Oktober 2022 malam nanti.
Mayoritas investor kembali mengoleksi SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh SBN acuan. Hanya SBN tenor 5 tahun yang cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun naik 3,2 basis poin (bp) ke posisi 7,161% pada perdagangan hari ini.
Sedangkan, SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara turun tipis 0,7 bp menjadi 7,319%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Kemarin dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan angka penjualan ritel per September 2022 menjadi 4,56% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Tetap kuatnya penjualan eceran didukung oleh peningkatan penjualan kelompok makanan, Minuman, dan Tembakau serta perbaikan pada kelompok Perlengkapan Rumah Tangga di tengah melambatnya pertumbuhan kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Subkelompok Sandang.
Kinerja penjualan eceran pada Oktober 2022 diprediksikan masih akan tumbuh positif ke 4,51% secara yoy.
Di sisi lainnya, tekanan inflasi pada Desember 2022 dan Maret 2023 diperkirakan akan meningkat. Hal tersebut didorong oleh kenaikan harga bahan baku serta kenaikan permintaan karena akan menghadapi Natal.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung menurun pada pagi hari ini waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun tipis 0,1 bp ke posisi 4,627%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun melandai 3 bp menjadi 4,112%.
Saat ini, para investor global masih menantikan rilis data inflasi AS malam waktu Indonesia. Konsensus analis Reuters dan Trading Economics memprediksikan inflasi AS akan melandai ke 8% secara tahunan (yoy) dari 8,2% di bulan sebelumnya.
Investor cenderung masih khawatir bahwa laporan inflasi nantinya justru akan memberikan sinyal lebih lanjut tentang seberapa jauh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menjaga agresivitas menaikkan suku bunga untuk menurunkan inflasi.
Melansir konsensus FedWatch, sebanyak 56,8% analis memprediksikan kenaikan sebesar 50 bp, sedangkan sisanya memproyeksikan The Fed masih akan agresif untuk menaikkan suku bunga hingga 75 bp.
Selain itu, pasar terus mengamati perkembangan seputar pemilihan paruh waktu Kongres AS, karena masih belum jelas partai mana yang akan mengendalikan Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS.
Hasilnya kemungkinan akan mempengaruhi keputusan seputar kebijakan moneter dan pengeluaran kedepannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Terungkap, Penyebab Kenaikan Yield SBN & Treasury AS
(chd/chd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com