gep-indonesia.org

Investor Lepas Lagi SBN & Yieldnya Naik Kembali, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Selasa (6/12/2022), di tengah munculnya kembali kekhawatiran investor akan potensi sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang kembali agresif.

Investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di seluruh tenor SBN acuan.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya hari ini, yakni melesat 8,7 bp ke posisi 6,989%.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara untuk SBN berjatuh tempo 30 tahun menjadi yang paling kecil kenaikan yield-nya hari ini, yakni naik 2,5 bp ke posisi 7,285%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) justru berbalik sebaliknya, yakni cenderung turun pada pagi hari ini waktu AS.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun 2,6 bp ke posisi 4,368%. Sedangkan yield Treasury benchmark tenor 10 tahun juga turun 2,4 bp menjadi 3,575%.

, investor cenderung kembali khawatir akan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang akan agresif kembali setelah data tenaga kerja dan data aktivitas jasa yang masih terpantau cukup baik.

Survei Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa PMI sektor jasa melompat ke 56,5 pada November 2022. Nilai tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan 53,3 ataupun 54,4 yang tercatat pada Oktober 2022.

Sebanyak 13 sektor jasa di AS tumbuh pesat, termasuk sektor konstruksi, kesehatan, dan perdagangan eceran. Tiga sektor terkontraksi yakni informasi, managemen perusahaan dan sektor jasa pendukung.

Lonjakan PMI sektor jasa ini menunjukkan aktivitas ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi terancam masih tinggi. Kondisi ini tentu saja tidak diinginkan pelaku pasar karena bisa membuat The Fed mempertahankan kebijakan agresifnya.

Membaiknya data PMI sektor jasa menegaskan sinyal jika laju ekonomi AS masih kencang sehingga inflasi masih ‘panas’. Sehari sebelumnya, data tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll/NFP) juga menunjukan hasil yang di luar ekspektasi pasar.

AS melaporkan tambahan tenaga kerja mencapai 263.000 pada November 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 200.000.

Membaiknya dua data tersebut bisa membuat The Fed berbalik arah. Pelonggaran kebijakan moneter yang diharapkan pelaku pasar juga makin jauh.

Seperti diketahui, Chairman The Fed, Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan untuk menaikkan kebijakan suku bunga secara moderat. Pelaku pasar pun meyakini jika The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) pada 14-15 Desember mendatang.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 375 bp menjadi 3,75-4,0% pada tahun ini, termasuk kenaikan sebesar 75 bp masing-masing pada empat pertemuan terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Di AS Masih Inversi Yield, Harga SBN Ditutup Beragam

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version