gep-indonesia.org

Ini Penyebab Melemahnya Fundamental IHSG 2 Bulan Terakhir

Jakarta, CNBC Indonesia – Jelang akhir bulan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terseok-seok. Pada perdagangan hari ini, IHSG kembali mencicipi zona merah dengan depresiasi 0,23% ke 7.000,25.

Sejatinya gerak IHSG memang sudah sideways dalam 2 bulan terakhir. IHSG hanya bergerak di rentang 7.000 hingga 7.100 dan jarang mampu bertahan lama di atas level 7.100.

Lantas, apa yang sebenarnya menyebabkan IHSG jalan di tempat dalam dua bulan belakangan ini? Beberapa sentimen negatif serta alasan historis dan psikologis menjadi penyebab utama IHSG ngadat.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertama, dari negeri panda, sentimen negatif terbaru Aksi protes besar-besaran di China terkait kebijakan zero Covid masih menjadi perhatian para pelaku pasar pagi ini.

Awal mula, terjadinya kebakaran yang mematikan pada Kamis pekan lalu di Urumqi yang menewaskan 10 orang. Sehingga banyak warga yang menyalahkan penguncian Covid-19 karena telah menghambat upaya penyelamatan meski pihak berwenang menyangkal klaim tersebut.

Kemudian, hal tersebut memicu aksi protes yang mulai digelar pada Minggu (27/11/2022), di mana ratusan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar negara Panda tersebut. Bahkan, Wall Street Journal pun melaporkan bahwa para pendemo juga menuntut Sang Penguasa, Xi Jinping turun.

Strategi China menekan kasus Covid-19 saat ini memicu frustrasi publik. AFP menulis, bagaimana banyak warga lelah dengan penguncian cepat, karantina yang lama, dan kampanye pengujian massal.

Dari jalan-jalan di beberapa kota China hingga lusinan kampus universitas, pengunjuk rasa menunjukkan ketidaktaatan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak pemimpin Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu.

Aksi tersebut memicu kekhawatiran bahwa ketegangan akan berdampak kepada ekonomi China. Maklum saja, China merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi dunia dengan kontribusi mencapai 18,6% terhadap produk domestik bruto (PDB) global pada 2021 yang sebesar USD 96,3 triliun-mengalahkan Amerika Serikat.Ini membuat kesehatan ekonomi negeri Tirai Bambu itu menjadi penting bagi seluruh negara di dunia.

Dengan ukuran porsi PDB segitu, tak heran perlambatan ekonominya akan memperlambat perekonomian seluruh negara. Salah satunya, perlambatan ekonomi China akan memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian partner dagang utama mereka yakni AS.

Selanjutnya, simpang siur mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed masih menjadi pemberat pasar. Sebelumnya harapan akan mengendurnya The Fed muncul setelah tingkat pengangguran di Amerika Serikat mengalami kenaikan pada Oktober, sementara inflasi menurun.

Mengacu pada FedWatch, sebanyak 75,8% analis memprediksikan adanya kenaikan sekitar 50 bps dan akan mengirim tingkat suku bunga acuan Fed menjadi 4,25%-4,5%.

Pelaku pasar dalam beberapa hari terakhir sudah memprediksi The Fed akan menaikkan 50 basis poin bulan depan, dan rupiah masih tetap sulit menguat.
Selain itu, yang menjadi fokus utama sebenarnya bukan berapa basis poin kenaikan, tetapi seberapa tinggi suku bunga The Fed di akhir periode pengetatan moneter.

Terakhir, periode bulan Oktober dan November memang secara historis menjadi bulan-bulan dimana IHSG tidak banyak bergerak, biasanya para pelaku pasar menanti di akhir kuartal yakni Desember untuk melakukan pembelian.

Hal ini terjadi terutama di kalangan para pelaku pasar raksasa seperti Fund Manager yang berniat melakukan window dressing untuk mempercantik portfolio aset kelolaanya dan bersama-sama melakukan pembelian di bulan Desember sehingga biasanya lebih menahan diri di bulan Oktober dan November agar dana yang tersedia tidak habis di awal.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Usai Koreksi 3 Hari Beruntun, IHSG Akhirnya Hijau!

(trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version