Ini Deretan Mata Uang Terburuk di Asia, Rupiah Nomor Berapa?

Jakarta, CNBC Indonesia -Seluruh mata uang utama Asia melemah pada pekan ini, termasuk rupiah. Pada penutupan terakhir pekan ini, Jumat (17/2/2023), rupiah ditutup di posisi Rp 15.200/US$, melemah 0,31% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Read More

Pelemahan ini memperpanjang derita rupiah. Mata uang Garuda ambruk 0,46% dalam sepekan. Dalam sepekan terakhir, rupiah juga hanya menguat dua kali yakni pada Selasa dan Kamis. Sisanya rupiah tersungkur di hadapan dolar AS.

Pelemahan ini memang lebih kecil dibandingkan pada pekan lalu di mana rupiah ambruk 1,59%. Sepanjang bulan ini, rupiah juga jeblok 1,41% padahal rupiah melambung 3,87% pada Januari 2023.



Kendati melemah pekan ini, kinerja rupiah tidak seburuk mata uang Asia lainnya. Baht Thailand menjadi yang terburuk pada pekan ini dengan pelemahan mencapai 2,35% sepekan.

Pelemahan terburuk kedua terjadi pada ringgit Malaysia yang anjlok 2,28% disusul dengan won Korea yang ambruk 2,19% sepekan.

Yen Jepang melemah 2,04% pada pekan ini sementara peso Filipina melandai 1,86% dan renminbi China turun 0.86%. Dolar Singapura melemah 0,47% disusul dengan rupiah. Rupee India hanya turun 0,29% pada pekan ini.

Mata uang Asia ambruk karena pelaku pasar mengkhawatirkan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melanjutkan kebijakan hawkishnya. Kekhawatiran ini muncul setelah data inflasi AS bergerak di atas ekspektasi pasar.



Inflasi AS, misalnya, mencapai 6,4% (year on year/yoy) pada Januari 2023. Inflasi jauh di atas ekspektasi pasar yang berada di 6-6,2%. Daya pengangguran AS juga menunjukkan pasar tenaga kerja masih panas.

Dalam sepekan terakhir, makin banyak pula pejabat The Fed yang menyuarakan kekhawatirannya terhadap “bandelnya” inflasi AS. 

Kencangnya sentimen negatif dari luar negeri membuat rupiah tidak berdaya meskipun sentimen positif dari dalam negeri sangat kuat. Termasuk sentimen dari kebijakan baru Bank Indonesia (BI).

Kamis (16/2/2023), BI mengumumkan jika instrumen operasi moneter valuta asing (valas) berupaterm deposit(TD) Devisa Hasil Ekspor (DHE)akan berlaku pada 1 Maret 2023. Jangka waktu yang ditawarkan untuk tenor 1,3, dan 6 bulan

Instrumen baru tersebut diharapkan bisa menambah pasokan dolar AS di tanah air sehingga rupiah bisa menguat.

Namun, kebijakan BI untuk menahan suku bunga acuan di level 5,75% juga membuat investor khawatir dan memilih meninggalkan Indonesia.

Berdasarkan data transaksi 13-16 Februari 2023, asing mencatat net sell sebesar Rp 4,62 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan net sell Rp 1,10 triliun di pasar saham.

Gubernur BI Perry Warjiyp menegaskan suku bunga saat ini sudah cukup untuk mengendalikan inflasi. Artinya, tidak ada niat BI untuk kembali menaikkan suku bunga, padahal ada risiko The Fed menaikkan suku bunga tiga kali lagi tahun ini.

Jika itu terjadi, tentunya ada risiko capital outflow kembali terjadi, nilai tukar rupiah bisa kembali terpuruk, dan berisiko mengerek inflasi.

CNBCINDONESIA RESEARCH
[email protected]ia.com

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Terkapar Lawan Dolar AS, Rupiah Dekati Level Rp 15.600/USD

(mae/mae)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts