IHSG & Rupiah Anjlok Parah, Ada Apa Dengan Indonesia?

Jakarta, CNBC Indonesia – Awal tahun 2023 nampaknya belum bisa memberikan angin segar untuk pasar keuangan di tanah air. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah anjlok secara bersamaan.

Read More

Pada perdagangan Kamis (5/1/2023), IHSG turun 2,7% menjadi 6.653. Tekanan jual melanda 518 saham, termasuk saham berkapitalisasi besar.

Kendati demikian, pada Sesi I hari ini Jumat (6/1/2023), per pukul 09.27 WIB, IHSG menguat 0,35% ke posisi 6.677,26.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dalam 4 hari perdagangan, terdepresiasi 0,26% ke level Rp 15.605/US$ pada perdagangan hari ini Jumat (6/1/2023).

Rupiah menjadi mata uang yang melemah sendirian dibandingkan mata uang negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.

Sebagian mata uang utama Asia mampu menguat, ringgit Malaysia misalnya, penguatannya sebesar 0,34%. Baht Thailand menjadi mata uang dengan kinerja paling impresif dengan melesat 1,65%.

Lantas apa yang terjadi dengan Indonesia?

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, saat ini para investor tengah melihat ke valuasi yang lebih murah di bursa saham Asia seperti China dan Korea.

“Ada reposisi fund manager global. Apalagi China setelah dibuka kembali ekonominya. Meskipun ada serangan baru Covid-19 yang meningkat. Sementara kalau di Indonesia sudah price in dari sisi valuasi,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Jumat (6/1/2022).

Persoalan lain yang juga membuat IHSG Indonesia sempat kebakaran, karena China diketahui melakukan impor batu bara secara langsung ke Australia.

Adanya sentimen pemesanan batubara oleh China ke Australia membuat kualitas batubara Indonesia dipertanyakan. Imbasnya, saham-saham sektor batubara di dalam negeri ikut menurun.

“Overall sejak akhir tahun lalu pasar modal China mulai meningkat, termasuk Hong Kong. Pasar modal Asia cenderung tertahan, termasuk kita yang cenderung menurun,” ujar David.

Pergerakan saham, kata David juga sangat tergantung dari ekonomi global, apalagi dengan melihat kebijakan Bank Sentral di Amerika Serikat (AS).

Pasar modal di banyak negara yang juga saat ini cenderung konsolidasi, dan tidak naik lagi.

Kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan akan lebih lambat dan di satu titik mereka akan berbalik longgar, atau bahkan bisa menurunkan suku bunga, jika ada persoalan-persoalan yang belum bisa ditebak oleh pasar.

“AS indeksnya juga trending down. […] Kaitannya dengan The Fed, bisa saja memasuki semester II-2023 mulai terbalik, kebijakan moneternya lebih longgar,” jelas David.

“Itu kenapa investor juga mulai hati-hati di pasar modal dan mungkin cari instrumen lain,” kata David lagi.

Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts