Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada perdagangan Jumat (4/8/2023), setelah sebelumnya sempat menguat pada awal perdagangan sesi I hari ini.
IHSG ditutup melemah 0,66% ke posisi 6.852,84. IHSG gagal mencoba untuk menembus level psikologis 6.900 dan masih bertahan di level psikologis 6.800 hingga akhir perdagangan hari ini.
Sektor energi, keuangan, dan kesehatan menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, di mana ketiganya memberatkan indeks masing-masing 1,04%, 0,99%, dan 0,94%.
Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | -13,53 | 5.575 | -2,19% |
Bayan Resources | BYAN | -10,99 | 17.650 | -3,55% |
Bank Central Asia | BBCA | -6,64 | 9.150 | -1,08% |
Telkom Indonesia | TLKM | -3,71 | 3.690 | -0,81% |
Sumber Alfaria Trijaya | AMRT | -2,93 | 2.820 | -2,08% |
Bank Mandiri | BMRI | -2,39 | 5.775 | -0,43% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -2,17 | 108 | -0,92% |
Sumber: Refinitiv
Tiga saham perbankan raksasa menjadi pemberat IHSG hari ini. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling besar yakni mencapai 13,5 indeks poin. Kemudian ada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 6,6 indeks poin, dan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 2,4 indeks poin.
Selain tiga saham bank raksasa, adapula saham raksasa batu bara yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang juga memberatkan indeks sebesar 10,99 indeks poin.
IHSG berakhir terkoreksi, setelah sempat menghijau di awal perdagangan sesi I hari ini. Koreksinya IHSG terjadi meski kekhawatiran pelaku pasar global terkait dipangkasnya peringkat utang AS cenderung mereda.
Meski kekhawatiran cenderung mulai mereda, tetapi volatilitas masih cukup tinggi. Alhasil, IHSG yang sebelumnya sempat bergerak di zona hijau, kemudian berbalik arah ke zona merah.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) maupun Kementerian Keuangan optimis jika ketidakpastian ini hanya sementara. Secara fundamental ekonomi Indonesia masih sangat kuat sehingga menarik bagi investor.
“Mudah-mudahan sentimennya lebih bersifat temporer. Kondisi supply-demand valas di pasar domestik tetap terkendali, BI tetap akan berada di pasar untuk tetap memastikan keseimbangan supply-demand tersebut,” tutur Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto, kepada CNBC Indonesia.
Indikator ekonomi RI sangat baik sehingga bisa menjadi ‘senjata’ kuat untuk melawan gejolak eksternal.
Di antaranya adalah inflasi yang terus melandai, pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, dan outlook defisit APBN 2023 yang lebih rendah yakni 2,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
‘Senjata’ ini diharapkan bisa kembali menarik investor saat kepanikan mereka reda.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
IHSG Loyo Lagi, 4 Saham Big Cap Ini Jadi Pemberatnya
(chd/chd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com