- Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas kembali terkoreksi kemarin, meski sentimen pasar sudah mulai membaik kembali
- Wall Street kembali ditutup melemah, tetapi pelemahannya cenderung terpangkas karena kekhawatiran pasar akan sentimen pemangkasan peringkat utang AS cenderung mereda
- Pelaku pasar di global akan memantau rilis data tenaga kerja AS terbaru paling penting yakni data NFP
Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas kembali merana pada perdagangan Kamis (3/8/2023), di mana hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil ditutup di zona hijau.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan sudah mulai membaik hari ini seiring redanya kekhawatiran pasar. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat 0,64% ke posisi 6.898,08. IHSG masih belum mampu kembali ke level psikologis 6.900 hingga akhir perdagangan hari ini, meski nyaris menyentuh level psikologis tersebut.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin terbilang sepi yakni hanya mencapai sekitar Rp 9 triliun, dengan melibatkan 18 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 291 saham terapresiasi, 214 saham terdepresiasi, dan 237 saham lainnya stagnan.
Saat IHSG terkoreksi, investor asing justru kembali mencatatkan aksi beli bersih (net buy) mencapai Rp 433,31 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Sedangkan bursa Asia-Pasifik pada kemarin secara mayoritas kembali melemah. Kecuali indeks Shanghai Composite China, PSE Filipina, dan IHSG yang berhasil menguat.
Indeks SET Thailand, Nikkei 225 Jepang, dan TAIEX Taiwan menjadi yang paling parah koreksinya kemarin, di mana ketiga indeks tersebut ambles lebih dari 1%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin lagi-lagi ditutup terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15,180/US$, melemah tipis 0,07% di pasar spot.
Namun, rupiah tidak sendirian. Mayoritas mata uang Asia juga terpantau kembali terkoreksi di hadapan The Greenback kemarin. Hanya yuan China, rupee India, dan yen Jepang yang mampu melawan The Greenback.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Kamis kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang kembali naik.
Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 1,7 basis poin (bp) menjadi 6,285%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.
Pasar keuangan RI secara mayoritas kembali merana karena masih terbebani oleh pemangkasan peringkat utang AS. Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings pada Rabu lalu memangkas peringkat utang AS, dari AA+ menjadi AAA.
Penurunan atau downgrade peringkat utang AS dapat membuat ketidakpastian global kembali meninggi dan tentunya membuat volatilitas pasar semakin membesar, termasuk pasar keuangan Indonesia.
Namun, baik Bank Indonesia (BI) maupun Kementerian Keuangan optimis jika ketidakpastian ini hanya sementara. Secara fundamental ekonomi Indonesia masih sangat kuat sehingga menarik bagi investor.
Indikator ekonomi RI sangat baik sehingga bisa menjadi ‘senjata’ kuat untuk melawan gejolak eksternal. Di antaranya adalah inflasi yang terus melandai, pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, dan outlook defisit APBN 2023 yang lebih rendah yakni 2,28% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
‘Senjata’ ini diharapkan bisa kembali menarik investor saat kepanikan mereka reda. Alhasil, IHSG pun berhasil menguat, meski volatilitasnya masih cenderung tinggi.
Sumber: www.cnbcindonesia.com