Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar nikel menghadapi kelebihan pasokan besar-besaran tahun ini karena lonjakan produksi Indonesia terus melampaui permintaan global.
Harga Nikel kembali menyentuh level US$ 24.000. Sejak tiga bulan terakhir harga Nickel sudah terkoreksi hingga 16%.
The International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan surplus pasokan terhadap permintaan sebesar 239.000 ton, terbesar dalam satu dekade dan peningkatan yang signifikan dari kelebihan tahun lalu sebesar 105.000 ton.
Hal ini merupakan peningkatan dari perhitungan terakhir oleh INSG di bulan Oktober, ketika mengharapkan surplus sebesar 171.000 ton untuk tahun ini.
Ekspektasi permintaan telah melemah, meskipun penggunaan nikel berada di jalur yang tepat untuk mencatat pertumbuhan sehat sebesar 6,1% pada tahun 2023. Hal ini masih belum cukup untuk menyerap gelombang produksi baru yang keluar dari Indonesia.
Lonjakan pasokan, bagaimanapun tidak datang dalam bentuk logam olahan Kelas I yang diperdagangkan di London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Futures Exchange. Hal ini dapat memperumit dampak harga.
INSG memperkirakan penggunaan nikel global naik 6,3% tahun lalu dan memperkirakan akan hampir menyamai tingkat tersebut di tahun ini.
Produksi pabrik peleburan stainless turun di mana-mana, bahkan di China, produsen terbesar dunia, mencatat penurunan 2% dari tahun ke tahun.
Produksi China mulai pulih pada kuartal keempat karena negara tersebut telah keluar dari pembatasan Zero Covid, namun sayangnya dampak positif juga diimbangi oleh penurunan tajam dalam laju Eropa dan AS sejalan dengan aktivitas ekonomi yang melambat.
INSG hanya mengharapkan “pertumbuhan kecil” di sektor stainless tahun ini. Sektor stainless yang terpacu pada permintaan nikel dari sektor baterai kendaraan listrik (EV).
Meskipun penjualan di China melemah setelah pencabutan subsidi dan peralihan ke bahan kimia non nikel, kecepatan dan skala peralihan global ke kendaraan listrik menunjukkan bahwa baterai adalah pendorong utama meningkatnya permintaan nikel.
Sebanyak 17.137 ton nikel dikerahkan ke jalan secara global dalam baterai EV pada bulan Februari, menurut rumah penelitian Adamas Intelligence. Hal tersebut naik 19% dari bulan ke bulan dan 47% naik pada Februari tahun lalu.
Produksi Nikel Indonesia Meningkat
Surplus yang akan datang tidak hanya ditentukan oleh permintaan, melainkan oleh produksi, khususnya produksi Indonesia.
Hasil tambang nikel Indonesia tumbuh sebesar 48% menjadi 1,58 juta ton pada tahun 2022 dan sebesar 44% lainnya dalam dua bulan pertama tahun ini, menurut buletin bulanan terbaru INSG.
Sejak Indonesia sepenuhnya melarang ekspor bijih pada tahun 2020, semua hasil tambang tersebut kini dikonversi menjadi produk nikel.
Beberapa kapasitas pemrosesan baru memproduksi nikel pig iron untuk sektor stainless dan pertumbuhan Indonesia akan mengorbankan output Cina yang lebih rendah karena tren offshoring berlanjut.
Namun, sebagian besar produksi baru ditargetkan pada sektor baterai yang berkembang pesat dengan operator yang bereksperimen dengan teknologi baru untuk melewati berbagai hambatan pemrosesan dalam mengubah sumber daya laterit Indonesia yang relatif rendah menjadi bentuk yang dapat digunakan dalam baterai lithium ion. Hal inilah yang dapat mengubah sifat dari kelebihan nikel.
“Secara historis, surplus pasar telah dikaitkan dengan pengiriman LME/nikel kelas I, tetapi pada tahun 2023 surplus tersebut terutama disebabkan oleh bahan kimia kelas II dan nikel (terutama nikel sulfat),” kata INSG.
Pesatnya pertumbuhan nikel dalam bentuk pengiriman non-exchange telah memperlebar kesenjangan harga dengan tolok ukur LME dan memang memainkan peran penting dalam kontrak nikel LME pada bulan Maret tahun lalu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Skandal Nikel, Perusahaan Swiss Ngaku Rugi Rp 8,66 T
(saw/saw)
Sumber: www.cnbcindonesia.com