Harga Batu Bara Kembali ke Era Sebelum Perang, Masa Jaya Usai

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara belum juga membaik. Harganya terus jatuh hingga berada di level US$ 240 per ton atau ke era sebelum perang Rusia-Ukraina meletus pada akhir Februari 2022.

Read More

Pada perdagangan Rabu (1/2/2023), harga batu kontrak Maret di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 240,75 per ton. Harganya turun 1,39% dibandingkan hari sebelumnya.

Pelemahan tersebut memperpanjang tren negatif batu bara yang sudah melemah sejak Senin pekan ini. Dalam tiga hari perdagangan tersebut, harga batu bara ambruk 9,6%.

Harga batu bara yang ditutup pada US$ 240,75 per ton kemarin  juga menandai akhir dari keemasan batu bara pasca perang.

Seperti diketahui, perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 melambungkan harga batu bara hingga menembus rekor dua kali yakni pada Maret dan September 2022.

Rekor terakhir tercipta pada 5 September 2022 di posisi US$ 463,75 per ton. 

Setelah perang melanda, harga batu bara lebih banyak bergerak di kisaran US$ 300-400 per ton. Merujuk data Refinitiv, rata-rata harga batu bara setelah perang hingga Januari ada di kisaran US$ 366, 85 per ton.

Batu bara memang sempat jatuh di bawah US$ 240,75 per ton. Namun, itu hanya terjadi dua kali yakni pada 18 Maret (US$ 240) dan 21 Maret 2022  (US$ 220,6).

Sementara itu, harga batu bara pada era sebelum perang (2014-akhir 2021) lebih banyak bergerak di kisaran US$ 100-200. Pengecualian terjadi pada awal hingga pertengahan Oktober 2021 di mana harga batu bara sempat  bergerak di  kisaran US$ 220-260 per ton.

Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi menjelaskan ambruknya harga batu bara dipicu sejumlah faktor. Di antaranya adalah spekulasi investor, ancaman perlambatan ekonomi, permintaan yang masih lemah, serta melemahnya harga gas sebagai competitor.

“Memang faktor Utama anjlok ini karena ada spekulasi investor yang berubah terkait komoditas. Demandnya masih lemas, dan global economic slowdown masih ada. Krisis energi juga easing. Harga substitusi sudah turun jadi ya cepat atau lambat memang akan terkoreksi harga batu bara,” tutur Zuhdi kepada CNBC Indonesia.

Sejumlah lembaga terus memproyeksi jika permintaan batu bara akan melandai pada tahun ini, terutama dari Eropa. Laporan lembaga think thank lingkungan hidup Ember memperkirakan produksi listrik dari sumber energi fosil di Uni Eropa akan turun 20% pada tahun ini.

Ancaman resesi serta kenaikan produksi listrik dari energi baru terbarukan akan membuat energi fosil tersingkir kembali.

“Ketakutan jika batu bara akan bangkit kembali kini telah mati,” tutur kepala data insight Ember, Dave Jones, dalam laporannya European Electricity Review 2023.

Produksi listrik dari pembangkit batu bara Uni Eropa turun 6% dalam empat bulan terakhir 2022 (September-Desember) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dari 26 pembangkit batu bara yang stand by di Uni Eropa, utilisasi mereka hanya 18%.

Eropa diperkirakan menambah impor batu bara hingga 22 juta ton dari volume normal mereka. Namun, hanya sepertiga dari jumlah tersebut yang dipakai sehingga pasokan juga masih menumpuk.

Permintaan dari India dan China memang diproyeksi akan meningkat. Namun, perkembangan ekonomi di Tiongkok diperkirakan belum akan melambungkan permintaan batu bara dalam waktu dekat.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Gak Ada Matinya, Harga Batu Bara Terbang 4% Lebih!


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts