Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan produsen minuman beralkohol berupa fermentasi anggur (wine) asal Pulau Dewata PT Hatten Bali Tbk (WINE) bersiap IPO.
Dalam prospektus perseroan disampaikan bahwa perseroan berencana melepas sebanyak-banyaknya 678 juta saham baru atas nama yang mewakili 25,02% dari total modal ditempatkan dan disetor.
Nilai emisi saham tersebut mencapai Rp 87.462.000.000 atau hampir Rp 87,5 miliar karena harga setiap satu sahamnya dipatok di Rp 129.
Dengan harga tersebut, maka nilai kapitalisasi pasar WINE saat IPO hampir Rp 350 miliar. Sehingga WINE dapat dikatakan sebagai emiten yang tergolong ke dalam kategori small cap.
Saat ini tahapannya sudah mencapai offering dan emiten yang nantinya menyandang kode WINE ini dijadwalkan bakal tercatat di BEI pada 10 Januari 2022.
Terkait dengan penggunaan dana hasil IPO sebanyak 20% akan dialokasikan untuk modal kerja terutama untuk meningkatkan brand awareness konsumen terhadap produk Hatten terutama yang berada di luar Bali.
Sementara itu, sebanyak 80% sisanya akan digunakan untuk penyetoran modal kepada perusahaan anak yaitu PT Arpan Bali Utama dan akan digunakan untuk pembelian bahan baku buah Anggur, Jus Anggur dan bahan pembantu seperti botol lainnya.
Asal tahu saja, perseroan didirikan oleh Ida Bagus Rai Budarsa yang punya mimpi besar untuk memberikan cita rasa tersendiri pada wine dengan sentuhan buah lokal.
Pada saat didirikan pertama kali tahun 2000, perseroan baru membuat satu produk yaitu dengan merk ROSE yang dibuat dari varietas anggur asli Bali yaitu Alphonse Lavallee.
Setelah lebih dari dua dekade berdiri, kini varian wine Hatten Bali semakin beragam dan telah banyak didistribusikan ke berbagai pelosok negeri.
Untuk memuluskan jalan Hatten Bali masuk ke pasar modal, perseroan menggaet NH Korindo Sekuritas sebagai penjamin emisinya.
Berbekal laporan keuangan auditan pada Juni 2022, Hatten Bali siap menjadi deretan emiten yang melantai di bursa di awal tahun.
Ada beberapa hal menarik yang bisa dicermati dari laporan keuangan perseroan. Per Juni 2022, Hatten Bali membukukan laba bersih sebesar Rp 4,7 miliar. Ini berbalik dari kondisi periode yang sama tahun sebelumnya ketika masih membukukan kerugian sebesar Rp 4,9 miliar.
Perseroan telah mengalami kerugian dalam kurun waktu dua tahun secara beruntun yakni pada 2020 dan 2021 ketika kondisi masih pandemi. Namun kerugian tersebut berhasil menyusut dari Rp 9,8 miliar menjadi Rp 8,7 miliar.
Sebelumnya di tahun 2019, laba bersih Hatten Bali tercatat mencapai Rp 30,2 miliar. Keuntungan yang berhasil di cetak pada semester awal tahun 2022 lebih banyak dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan yang hampir melesat 2 kali dari Rp 36,4 miliar menjadi Rp 64,2 miliar.
Peningkatan pendapatan terjadi di semua segmen terutama untuk segmen wine yang menyumbang penjualan terbesar perseroan. Penjualan wine meningkat dari Rp 40,4 miliar pada Juni 2021 menjadi Rp 66,9 miliar.
Namun dari sisi growth, peningkatan pendapatan yang dikontribusikan oleh produk arak jauh lebih tinggi. Pendapatan perseroan dari segmen ini tumbuh lebih dari 2 kali menjadi Rp 5,8 miliar dari sebelumnya hanya Rp 2,3 miliar.
Poin menarik lain dari laporan keuangan Hatten Bali adalah peningkatan kas dan setara kas yang signifikan. Per 31 Desember 2021, nilai kas dan setaranya hanya Rp 3,7 miliar. Namun per 30 Juni 2022, kas perseroan mengalami kenaikan hingga Rp 30 miliar.
Memang kondisi di tahun 2022 berbeda dengan tahun 2021 ketika arus kas dari aktivitas operasi perseroan masih minus. Namun kenaikan yang diakibatkan oleh arus kas dari aktivitas operasi hanya Rp 11 miliar saja.
Sementara untuk aktivitas investasi ada penurunan arus kas sebesar Rp 1 miliar. Lantas dari mana kenaikan arus kas sebesar Rp 20 miliar sisanya. Usut punya usut ternyata kenaikan tersebut diakibatkan oleh aktivitas pendanaan dari bank.
Hal ini juga dikonfirmasi dengan kenaikan liabilitas terutama liabilitas jangka panjang di pos utang bank yang meningkat Rp 20 miliar.
Fenomena ini menggambarkan bahwa perseroan selain melakukan pendanaan dari pasar modal juga melakukan pendanaan dengan pinjaman bank.
Perlu dicatat karena menjual minuman beralkohol sehingga saham WINE tidak tercatat sebagai efek syariah sehingga saham ini menjadi kurang menarik bagi mayoritas investor muslim. Tidak adanya waran sebagai pemanis juga mengurangi daya tarik investor yang ingin memesan saham ini.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Saktinya IHSG Tahun Ini! Tiga Kali Tumbang, Tiga Kali Bangkit
(RCI/RCI)
Sumber: www.cnbcindonesia.com