Duh, Dua Saham Sultan Subang ARB Lagi! Kenapa Ya?

Jakarta, CNBC Indonesia – Dua saham emiten milik kong

Read More

lomerat Sultan Subang atau Asep Sulaeman Sabanda, yakni PT Indo Pureco Pratama Tbk (IPPE) dan PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA) dalam beberapa hari terakhir terpantau merana.

Keduanya pun sudah menyentuh batas auto reject bawah (ARB) sejak awal perdagangan sesi I hari ini. Saham IPPE pada hari ini ambles 5,8% ke posisi Rp 65/saham. Sedangkan saham ZATA juga ambrol 6,35% ke Rp 59/saham.

Di saham IPPE, hingga perdagangan sesi II pukul 13:30 WIB, sudah ditransaksikan sebanyak 391 kali dengan volume sebesar 8,67 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 563,75 juta.

Sedangkan di saham ZATA, sudah ditransaksikan sebanyak 312 kali dengan volume sebesar 1,15 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 67,73 juta.

Meski keduanya masih merana, tetapi nasib saham ZATA masih lebih baik dibanding dengan saham IPPE. Hal ini karena saham ZATA tidak terkena suspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sedangkan saham IPPE pada Rabu lalu sempat terkena suspensi. Namun per hari ini, suspensi saham IPPE kembali dibuka oleh bursa.

BEI dalam pengumuman tertanggal 25 Januari 2023, menyebutkan penghentian dilakukan dalam rangka cooling down setelah terjadi penurunan harga kumulatif yang signifikan pada saham IPPE.

“PT Bursa Efek Indonesia memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham PT PT Indo Pureco Pratama Tbk. (IPPE) pada perdagangan 26 Januari 2023,” tulis Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Lidia M. Panjaitan, dikutip Jumat (27/1/2023).

Merananya saham IPPE dan ZATA hingga hari ini terjadi setelah adanya rumor transaksi gagal bayar Repurchase Agreement alias repo di tiga saham yakni PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA), IPPE, serta PT Berkah Beton Sedaya Tbk (BEBS).

Rumor tersebut pun membuat kalangan broker saham dan pelaku pasar pun mewanti-wanti untuk tidak mentransaksikan dan menerima repo ketiga saham tersebut.

Sebagai informasi, repo lebih akrab dikenal dengan sebutan gadai saham, terjadi dimana ketika seorang nasabah yang membutuhkan dana likuid bisa menjaminkan saham miliknya untuk mendapatkan pinjaman.

Pada praktiknya, banyak oknum yang melakukan aksi goreng saham sehingga harga underlying saham yang akan digadaikan naik dan mendapat jumlah pinjaman lebih banyak dengan tujuan akhir memang tidak ingin membayar pinjaman tersebut sehingga terjadi gagal bayar.

Selain itu, penurunan saham ZATA diketahui juga karena aksi jual pemegang saham pengendalinya yakni PT Lembur Sadaya Investama (LSI) milik Haji Asep Sulaeman Sabanda, seorang crazy rich asal Subang.

Di tengah tren penurunan harga saham ZATA yang terus terjadi tersebut, LSI dilaporkan melakukan aksi jual saham untuk tujuan divestasi sebanyak 3 kali.

Transaksi pertama terjadi pada 12 Januari 2023, ketika LSI menjual 40 juta saham di harga rata-rata Rp 110/saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,4 miliar. Saat transaksi ini terjadi, harga saham ZATA turun 6,36% dan ditutup di Rp 103/unit.

Transaksi kedua dilakukan sehari setelahnya atau tepatnya di 13 Januari 2023. Dalam laporan keterbukaan informasi, LSI melepas sebanyak 150 juta saham ZATA di harga rata-rata Rp 100/unit dan nilai transaksinya mencapai Rp 15 miliar. Harga saham ZATA saat itu pun ditutup turun 1,94%.

Terakhir, transaksi dilakukan pada 17 Januari 2023 dan menjadi transaksi penjualan terbesar LSI. Sebanyak 720 juta saham ZATA dilepas oleh LSI di harga rata-rata Rp 95/unit. Nilai transaksinya mencapai Rp 68,4 miliar dan harga saham ZATA saat itu ditutup melorot 6,06% di Rp 93/unit.

Secara total, LSI telah mendivestasikan kepemilikannnya di saham ZATA sebanyak 910 juta yang membuat kepemilikan LSI di saham ZATA turun menjadi 62,22% dan mengantongi uang sebanyak Rp 87,8 miliar.

Transaksi divestasi tersebut menjadi kontroversial lantaran tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan Pasal 2 POJK No.25/2017, pihak yang memperoleh efek bersifat ekuitas dari emiten dengan harga/nilai konversi dan/atau harga pelaksanaan di bawah harga IPO dilarang mengalihkan kepemilikan efek bersifat ekuitas tersebut selama 8 bulan.

Asal tahu saja, LSI menjadi pemegang saham pengendali IPPE dan ZATA. Di saham IPPE, saat ini LSI menggenggam sebanyak 1,62 miliar lembar saham atau setara dengan 35,22%, sedangkan di saham ZATA, saat ini LSI menggenggam 6,2 miliar lembar saham atau setara dengan 72,93%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Duh! Saham Fesyen AA Gym Sentuh ARB Nih

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts