Dolar AS Langka di RI, Pengusaha Diminta Kurangi Impor!

Jakarta, CNBC Indonesia – Meredanya penyebaran Covid-19 belum bisa berhasil membuat cerah perekonomian di tanah air. Kini Indonesia seperti banyak negara lainnya tengah berhadapan dengan kelangkaan pasokan dolar Amerika Serikat (AS).

Read More

Menko Bidang Perekonomian Airlangga juga turut menyinggung soal kelangkaan dolar AS yang terjadi saat ini.

Airlangga menjelaskan, satu sampai dua tahun ke depan, persaingan kebijakan moneter di dunia akan semakin sengit, di tengah tren inflasi saat ini yang belum bisa diturunkan karena dampak perang Rusia – Ukraina.

Kebijakan bank sentral dalam menekan inflasi, membuat mereka harus menaikkan suku bunga kebijakannya.

“Amerika Serikat sudah meningkatkan suku bunganya kembali dan Bank Indonesia juga sudah meningkatkan suku bunga. Jadi tentu, bunga dolar jadi tantangan,” jelas Airlangga dalam acara PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022 di JCC, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

Di sisi lain, suku bunga yang tinggi juga sebagai ‘daya tarik’ investor untuk mau berinvestasi.

“Amerika Serikat ingin agar dana ketarik ke Amerika Serikat dengan suku bunga tinggi, agar tak terjadi capital flight (dana asing keluar dari negaranya). Ini jadi tantangan menjaga cadangan devisa (di Indonesia),” kata Airlangga lagi.

Situasi kelangkaan pasokan dolar AS di tanah air saat ini, kata Airlangga tak ubahnya seperti situasi krisis 2008.

Oleh karena itu, Airlangga meminta kepada pengusaha agar dalam memenuhi bahan baku dan bahan modalnya, untuk bisa dilakukan substitusi impor alias menggantikannya dengan barang tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

“Ini penting karena program TKDN bahasa lainnya program substitusi impor. Dalam public policy mendorong dua hal, bangun industri orientasi ekspor hasilkan devisa dan substitusi impor hemat devisa,” ujarnya.

“Kebijakan substitusi impor, kurangi demand dolar itu penting,” kata Airlangga lagi.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menjelaskan, kenaikan suku bunga bank sentral AS memang bisa disebut sebagai salah satu faktor pertama dan utama munculnya kelangkaan dolar.

Kenaikan suku bunga acuan AS/ Fed fund rate-yang merepresentasikan suku bunga pinjaman harian antar bank di sana-membuat tingkat pengembalian investasi pada aset-aset berdenominasi dolar AS menjadi semakin lebih menarik dan aman.

Akibatnya, devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

Destry juga mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri.

“Kepatuhan para eksportir untuk menempatkan dananya di rekening khusus sudah sangat baik, kurang lebih 93% itu kita sudah bisa men-trace dana tersebut dari hasil ekspor dengan menggunakan dokumen dari bea cukai. Nah, masalahnya dana tersebut tidak dalam berada di rekening khusus tersebut,” kata Destry dalam konferensi pers pekan lalu.

Destry menambahkan suku bunga yang kalah kompetitif menjadi masalah yang membuat eksportir banyak memarkir dolarnya di luar negeri.

“Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage, dalam kondisi di mana fed fund rate (suku bunga bank sentral AS) terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia,” jelas Destry.

Berdasarkan data BI, posisi cadangan devisa Indonesia terus berangsur menurun dibandingkan posisi awal Januari 2022 yang sebesar US$ 141,3 miliar menjadi US$ 130,2 miliar pada Oktober.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah di Atas Rp 15.000/US$, Bahaya untuk RI?

(cap/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts