Dolar AS Langka di Mana-Mana, Rupiah Merana!

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (18/11/2022). Jika tidak mampu bangkit hingga penutupan nanti, rupiah akan membukukan pelemahan 5 hari beruntun.

Read More

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 15.660/US$, stagnan dari penutupan perdagangan Kamis kemarin. Tidak lama, rupiah melemah 0,06% ke Rp 15.670/US$. 

Kemarin rupiah berakhir di Rp 15.660/US$, melemah 0,32% meski Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.

“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar50 menjadi 5,25%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).

Adapun suku bunga deposit facility menjadi 4,5% dan suku bunga lending facility sebesar menjadi 6%.

Dengan demikian, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu 4 bulan beruntun. BI juga menaikkan suku bunga dengan cukup agresif, 50 basis poin dalam 3 bulan beruntun.

Langkah BI tersebut belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.

Pasokan valuta asing, khususnya dolar AS yang tiris di dalam negeri menjadi salah satu penyebab loyonya rupiah. Ketika jumlah dolar di dalam negeri berkurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.

Masalah kelangkaan dolar AS ini juga diungkapkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam pengumuman hasil RDG hari ini.

“Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage, dalam kondisi di mana fed fund rate (suku bunga bank sentral AS) terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari US$ dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia,” kata Destry.

Salah satu penyebab devisa tersebut tidak berada di dalam negeri yakni suku bunga valas yang kurang kompetitif. Eksportir pun lebih memilih menempatkan dolar-nya di luar negeri.

Destry juga mengakui devisa tersebut banyak yang parkir di luar negeri.

“Kepatuhan para eksportir untuk menempatkan dananya di rekening khusus sudah sangat baik, kurang lebih 93% itu kita sudah bisa men-trace dana tersebut dari hasil ekspor dengan menggunakan dokumen dari bea cukai. Nah, masalahnya dana tersebut tidak dalam berada di rekening khusus tersebut,” kata Destry.

Destry menambahkan suku bunga yang kalah kompetitif menjadi masalah yang membuat eksportir banyak memarkir dolarnya di luar negeri.

“Kami lihat dan kami coba telaah, ternyata reward-nya itu atau pun interest rate kalah kompetitif, jadi sebenarnya masalah kompetisi. Pada kondisi normal mungkin diberikan rate relatif di bawah peer kita relatif masih oke, tetapi dengan kondisi sekarang pada saat dolar itu menjadi shortage dan negara-negara lain juga berusaha untuk menarik dolar sehingga dengan rate yang diberikan oleh perbankan saat ini menjadi tidak kompetitif,” tambahnya.

Ia menambahkan BI bersama kementerian, lembaga dan perbankan mencoba program khusus yang menarik bagi eksportir guna mau menempatkan valuta asingnya di dalam negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts