Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar saham AS dibuka tertekan pada perdagangan Kamis (17/11) pagi waktu New York karena potensi lonjakan suku bunga setelah pejabat The Fed mengisyaratkan kenaikan siklus terbaru untuk memperlambat inflasi masih tidak terkontrol.
Dow Jones Industrial Average merosot 213 poin atau turun 0,6%. S&P 500 tergelincir 1%, sedangkan indeks padat teknologi Nasdaq turun 0,9%.
Presiden Federal Reserve St Louis James Bullard mengatakan dalam pidatonya Kamis bahwa “tingkat kebijakan belum berada di zona yang dapat dianggap cukup membatasi [tingginya inflasi].”
“Perubahan sikap kebijakan moneter tampaknya hanya memiliki efek terbatas pada inflasi yang diamati, tetapi kondisi pasar menunjukkan penurunan inflasi diperkirakan terjadi pada 2023,” tambah Bullard.
Imbal hasil Treasury 2 tahun melonjak menjadi 4,437%, meningkatkan kekhawatiran suku bunga yang lebih tinggi akan mengirim ekonomi ke dalam resesi.
“Saya melihat pasar tenaga kerja yang sangat ketat, saya tidak tahu bagaimana Anda terus menurunkan tingkat inflasi ini tanpa melambat secara nyata, dan mungkin kita bahkan mengalami kontraksi ekonomi untuk mencapainya,” kata Presiden Fed Kansas City Esther George kepada Wall Street Journal pada hari Rabu.
Saham yang rentan terhadap resesi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi diperdagangkan terkoreksi. Harga saham material mengalami penurunan, begitu pula saham konsumen.
Pengetatan moneter tambahan dan dampak kumulatif dari kenaikan suku bunga tahun ini menunjukkan risiko resesi tetap tinggi, tulis Mark Haefele, kepala investasi UBS Global Wealth Management, dalam sebuah catatan dilansir CNBC International.
“Kami terus percaya bahwa prasyarat ekonomi makro untuk reli yang berkelanjutan-bahwa penurunan suku bunga dan ujung dari pertumbuhan dan pendapatan perusahaan sudah di depan mata-belum ada.”
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Wall Street Memerah, IHSG Tertahan di Bawah Level 7.000-an
(fsd/fsd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com