Disebut-sebut Bos BNI, Apa Itu Green Financing?

Jakarta, CNBC Indonesia – Bank besar RI terus menyatakan komitmen untuk menyalurkan pembiayaan berkelanjutan, termasuk pembiayaan hijau (green financing). Apalagi, pemerintah punya target untuk mencapai net zero emission pada 2060

Read More

Di antara bank-bank besar tersebut, PT Bank Negara Indonesia (BNI), yang dikenal dengan konsep green banking, merupakan salah satu bank yang berfokus ke arah kredit hijau.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam menjelaskan, pembiayaan BNI untuk sektor hijau cukup besar.

“Karena BNI sudah cukup lama masuk di area green financing. Danita tahun lalu sudah nerbitin green bond pertama di Indonesia yang didenominasi [dalam] rupiah,” jelas Royke pada acara Economic Outlook 2023 dengan tema “Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian” CNBC Indonesia di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023).

BNI, imbuh Royke, tetap mencoba masuk ke kredit hijau, “walaupun cost-nya (biaya) tetap mahal.”

Royke melanjutkan, pertumbuhan portofolio BNI di green financing cukup signifikan.

“Di green [financing] kita berharap di atas 20 persen karena sekarang ini semua pengusaha sudah sadar bahwa mereka harus upgrade teknologinya untuk lebih green, polusinya lebih rendah,” jelas Royke.

Lebih lanjut, Royke mengatakan, penyaluran kredit di sektor hilirisasi membutuhkan perlakuan khusus karena banyaknya komoditas dan beragamnya karakter komoditas tersebut.

Karena itulah, BNI akan menyiapkan tim khusus untuk mempelajari sektor tersebut.

“Yang penting kita siapin tim yang ngerti industrinya untuk masuk sektor hilirisasi. Kita harus ngerti komoditi ini,” tutur Royke.

Royke juga menambahkan kredit hilirisasi biasanya bertenor panjang sehingga seluruh dampaknya harus dicermati. Menurutnya, tidak menutup bagi BNI untuk membiayai sebuah proyek hilirisasi dengan lembaga keuangan lain baik dari dalam atau luar negeri.

“Kredit umumnya jangka panjang. Ini harus kita sikapi, mungkin juga indikasi dari dalam dan luar negeri,” imbuhnya.

Soal Green financing

Pembiayaan hijau merupakan bagian dari gerakan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan serta bisnis berkelanjutan.

Bisnis yang berkelanjutan secara sederhana berarti model bisnis yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Ini juga memiliki berkaitan dengan istilah yang sering dipakai saat ini, ESG (enviromental, social, and governance).

Berkaitan dengan itu, green financing bisa diartikan sebagai skema pembiayaan atau pemberian kredit kepada pelaku usaha atau perusahaan yang ramah lingkungan dan memiliki visi ekonomi berkelanjutan.

Seperti disinggung Royke di atas, penerbitan obligasi hijau (green bond) ala BNI merupakan bagian dari pembiayaan hijau.

Informasi saja, pada tengah tahun lalu, BBNI mengumumkan perolehan pembiayaan baru dari obligasi berwawasan lingkungan alias green bond senilai Rp5 triliun.

Sementara, menurut data teranyar, BNI terus menjalankan praktik keuangan berkelanjutan dengan menyalurkan pembiayaan kategori kegiatan usaha berkelanjutan (KKUB) yang terdiri dari kegiatan usaha berwawasan lingkungan (KUBL) dan kegiatan UMKM.

Total portofolio KKUB BNI sebesar Rp182,9 triliun pada 2022, atau sebesar 28,5% dari total pembiayaan di 2022.

Dari jumlah tersebut, portofolio pembiayaan, misalnya, ke sektor energi terbarukan mencapai Rp10,87 triliun. Sedangkan, ke sektor efisiensi energi dan transportasi ramah lingkungan masing-masing sebesar Rp14,03 triliun dan Rp2,02 triliun.

Selain BNI, sejumlah bank juga terus memberikan ruang untuk pembiayaan hijau.

Bank raksasa lainnya, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), juga memperkuat komitmen ke pembiayaan berkelanjutan (ESG), yang mencapai Rp694,9 triliun atau setara dengan 67,5% total kredit bank pada 2022.

Kemudian, bank swasta milik Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatat, pada 2022, portofolio keuangan berkelanjutan (KKUB) naik sebesar 14,9% menjadi Rp183,2 triliun dari tahun sebelumnya, atau mencapai 25,4% dari total portofolio bank (kredit dan obligasi korporasi).

Dari jumlah KKUB tersebut, BCA menyalurkan kredit KUBL sebesar Rp80,9 triliun (naik 13,5% yoy) atau 44,2% dari total kredit KKUB.

Lebih lanjut, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga telah menyalurkan Sustainable Financing sesuai KKUB sebesar Rp228,7 triliun atau 24,5% dari total kredit Bank Mandiri (bank only) dengan pertumbuhan 11,6% yoy pada 2022. Dari jumlah tersebut, total green financing BMRI mencapai Rp101 triliun.



Tidak ketinggalan, PT Bank DBS Indonesia juga sebelumnya menargetkan pertumbuhan pembiayaan pada sektor hijau tumbuh 8-10%.

Salah satu sektor yang diincar untuk meningkatkan pembiayaan hijau yakni infrastruktur, transportasi, data center, hinggaekosistem kendaraan listrik.

Apalagi Indonesia memiliki potensipembentukan manufaktur baterai untuk kendaraan listrik, yang membuka peluang pendanaan dari perbankan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Pelemahan Rupiah Berlanjut, Ini Efeknya ke Obligasi & Saham

(trp/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts