Buruh Pabrik Ini Jadi Bos Gegara Angkat Telepon Orang

Jakarta, CNBC Indonesia – Hidup berubah drastis menjadi jauh lebih baik berkat mengangkat telepon orang mungkin terdengar mustahil. Namun, hal ini terjadi oleh seorang buruh pabrik di daerah Majalaya, Karmaka Surjaudaja.

Read More

Karmaka (Kwee Tjie Hoei) adalah imigran asal Hokja, China, yang tumbuh dan besar di Bandung bersama ayahnya yang mengajar di salah satu sekolah. Ketika dewasa, Karmaka mengikuti jejak Sang Ayah untuk menyambung hidup dengan menjadi guru dan mengajar di Sekolah Dasar dan Menengah Nan Hua Bandung sekitar 1959.

Namun, gaji guru yang kecil membuat Karmaka mengambil pekerjaan ganda menjadi buruh pabrik. Alhasil, dia menjadi guru di pagi hari, lalu buruh pabrik di siang hari, dan lanjut menjadi guru les pada malam hari.

Selama jadi guru, Karmaka berkenalan dengan muridnya, Liem Kwei Ing. Liem adalah anak dari Lim Khe Tjie, pemilik bank swasta tertua di Indonesia yang berdiri pada 1941, yakni Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (NISP).

Tidak ada yang menyangka bahwa perkenalan dengan Liem berlanjut ke jenjang pernikahan. Karmaka menikahi Liem pada 1959. Usai menikah, dia diminta resign oleh mertua untuk berkarir di pabrik tekstil milik temannya di Majalaya, NV Padasuka.

Sebagaimana dipaparkan Dahlan Iskan dalam Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada yang Tidak Bisa (2013), Karmaka diberi jabatan sebagai manajer efisiensi. Sebagai mantan buruh pabrik, Karmaka tak kesulitan untuk menempati jabatan ini. Hasilnya, ia sukses di jabatan baru itu dan memberi dampak positif bagi perusahaan.

Meski berada di keluarga pemilik Bank NISP, Karmaka sama sekali tidak ingin mengikuti perkembangan perusahaan milik mertuanya itu. Dia sudah cukup senang menjalani profesi buruh di pabrik. Begitu juga saat mertuanya pergi lama ke China pada 1960-an. Dia sama sekali tidak mau ikut campur di Bank NISP.

Kendati demikian, ada satu fenomena yang selalu muncul setelah mertuanya pergi. Karmaka sering didatangi oleh para pegawai NISP yang hendak curhat. Mereka bercerita bahwa ada sesuatu yang aneh di internal NISP dan mendesak Karmaka sebagai keluarga ikut campur mengatasinya. Namun, tetap saja Karmaka bergeming. Baginya, tidak sopan mencampuri urusan perusahaan orang lain.

Seiring waktu, para pegawai NISP yang datang ke Karmaka terlampau banyak dan sering. Hingga bertahun-tahun mereka mengatakan cerita dan permintaan yang sama kepadanya. Namun, jawaban Karmaka selalu sama juga: tidak mau.

Hingga akhirnya suatu hari di tahun 1963, ada dering telepon masuk dari mertuanya yang tinggal di Hongkong. Pikir Karmaka, jarang-jarang mertuanya menelepon dan pasti ada sesuatu yang penting. Benar saja, Karmaka tiba-tiba diminta mengambil alih manajemen demi menyelamatkan bank NISP.

“Kamu masuk NISP. Kamu take over manajemennya!,” kata mertuanya dengan nada marah.

“Saya Kaget. dalam pembicaraan telepon itu mertua saya marah-marah. Bukan marah kepada saya, tapi kepada orang-orang yang selama ini dia percayai di NISP.” kata Karmaka kepada Dahlan Iskan, dikutip dari Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada yang Tidak Bisa (2013).

Sang Mertua akhirnya menjelaskan panjang lebar akar masalah di NISP. Rupanya, usai ditinggal pergi mertuanya, pihak manajemen berubah menjadi nakal. Mereka membuat promosi pembukaan rekening tabungan mobil kepada para nasabah tanpa sepengetahuan mertuanya. Jadi, promosi itu berupaya mengajak nasabah menabung Rp1,8 juta supaya bisa membawa pulang mobil.

Sebagai catatan, saat itu mobil adalah barang mahal dan tak mungkin bisa didapat berkat uang senilai itu. Jelas-jelas ini adalah penyelewengan dan mertua Karmaka terpaksa menerima getahnya. Uang itu digerogoti pihak manajemen dan dia dituduh membawa kabur uang perusahaan. Nama baik dan reputasinya seketika hancur.

Setelah menerima telepon itu, Karmaka jadi paham alasan pengambilalihan oleh dirinya. Sejak saat itu, dia secara de facto menjadi bos Bank NISP. Namun, untuk mendapatkan legalitas kepemilikan bank secara de jure, Karmaka harus masuk terlebih dahulu dan berurusan dengan pihak manajemen yang dikuasai oleh orang-orang nakal.

Di sinilah ujian sebenarnya. Tak mudah bagi Karmaka yang hanya lulusan SMA dan minim pengalaman di sektor perbankan tiba-tiba menjadi pimpinan bank.

Dalam biografinya, Karmaka menyebut pengambilalihan ini bersamaan dengan pertaruhan nyawa. Saat masuk dan mengurusi bank NISP, Karmaka disekap dan hampir dibunuh oleh pihak yang bertentangan.

Lantas, bagaimana cerita Karmaka membesarkan NISP dengan taruhan nyawa?

Perbincangan telepon dari mertua selama beberapa menit pada akhirnya berhasil mengubah hidup Karmaka Surjaudaja untuk selama-lamanya. Dia yang semula guru les dan buruh pabrik tiba-tiba diminta turun gunung mengurusi bank NISP yang dikuasai manajemen nakal. Tugas baru ini jelas membuat kepalanya cukup pening.

Sebab, Karmaka tak sama sekali punya pengalaman di sektor perbankan. Separuh hidupnya dihabiskan di bidang pendidikan dan industri. Itu pun dengan berbekal ijazah SMA. Namun, Karmaka memiliki otak encer, pantang menyerang, punya rasa tanggung jawab, dan bisa bahasa Sunda dengan baik.

Kendati demikian, tetap saja sulit untuk tiba-tiba masuk ke manajemen NISP. Selain persoalan pendidikan dan pengalaman, dia juga tidak pernah mengunjungi kantor NISP dan masih seorang Warga Negara Asing (WNA). Namun, dia tetap nekat menemui Presiden Komisaris dan Presiden Direkturnya, yang juga sama sekali tidak dikenalnya.

Kepada keduanya, Karmaka cerita ingin turut serta mengendalikan NISP atas nama keluarga. Mendengar permintaan itu para bos malah meremehkan. Pikir mereka, bisa-bisanya orang lulusan SMA jadi manajer bank. Mereka berdalih untuk mendapat posisi itu minimal harus sarjana.

Jawaban itu sudah bisa ditebak oleh pria kelahiran 29 April 1934 ini yang lantas langsung berputar otak.

“Saya akhirnya hanya minta untuk jadi kasir saja,” ujar Karmaka kepada Dahlan Iskan, dikutip dari Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada yang Tidak Bisa (2013).

Baginya, kasir adalah kunci dari segala pintu di suatu bank. Posisi ini memungkinkan Karmaka untuk menutup celah korupsi yang dilakukan oknum manajemen nakal. Meski begitu, permintaan itu ditolak. Para bos tidak ingin Karmaka masuk di NISP.

Dari berbagai penolakan itu, salah satu staf NISP yang pro-Karmaka memberi ide baik. Katanya, lebih baik membawa pihak otoritas dan pengawas melakukan pengusutan di NISP. Pihak ini adalah jaksa dan polisi. Karmaka setuju dan meminta kedua pihak melakukan pengusutan.

Seiring waktu, pengusutan itu membuahkan hasil. Bahwa benar ada tindak kejahatan penyelewengan uang di NISP. Hasilnya, polisi menyita harta oknum nakal itu. Tanah, rumah, dan barang yang mereka punya disita untuk dilelang. Setelahnya, Karmaka sukses merebut 43% saham yang dimiliki oknum tersebut. Perebutan ini dibarengi juga dengan pengangkatan dirinya sebagai salah satu Direktur NISP pada 1 Juni 1966.

Singkat cerita, selama menjadi direktur yang mengusung perubahan, Karmaka membuat kebijakan sangat serius. Selain berupaya mengembalikan kepercayaan nasabah, dia menyingkirkan semua oknum manajemen yang nakal. Orang dengan jabatan tinggi terpaksa diganti olehnya. Bagi para staf tentu ini membawa dampak baik. Namun, bagi yang disingkirkan jelas tidak demikian. Pada titik inilah mulai muncul banyak aksi kejahatan terhadap Karmaka.

Aksi pertama terjadi saat Karmaka diberi mobil dinas. Tak ada yang aneh, sebab itu adalah hal wajar. Namun, saat dikendarai tiba-tiba rem mobil itu blong. Setelah dicek diketahui kalau rem mobil itu sudah disabotase. Beruntung dia masih bisa selamat.

Tak berselang lama, mobil Karmaka tiba-tiba terdapat bekas lubang peluru. Kata polisi, peluru itu sengaja ditembakkan untuk menghabisi nyawa Karmaka. Lagi-lagi, Karmaka beruntung bisa selamat.

“Saya lantas diingatkan untuk berhati-hati dan waspada. Ada orang yang berniat membunuh kamu,” Kata polisi kepada Karmaka.

Tampaknya, wejangan polisi itu benar. Tak berselang lama, Karmaka mengalami penculikan oleh orang misterius. Cerita bermula saat Karmaka menerima telepon dari orang tidak dikenal yang memintanya bertemu di suatu lokasi. Jika tidak, maka bom akan meledak di rumahnya. Tak mau anak-istri meninggal, dia manut dan datang kesana.

Rupanya, itu hanya jebakan. Disana sudah ada orang berpistol yang berniat membawa paksa Karmaka.

“Jangan banyak tanya! Kalau banyak tanya pistol ini bisa meledak,” kata orang itu.

Setelahnya, Karmaka diculik naik mobil dan disekap di rumah yang berada di tengah sawah. Tak ada makanan dan minuman. Tak ada orang lain, selain petugas bersenjata. Dia was-was memikirkan nasib dan keluarga di rumah. Dia berpikir ini adalah akhir dari hidupnya yang bakal tewas di tangan orang misterius.

Kendati demikian, secercah harapan muncul saat di malam hari. Ketika petugas itu tidur, Karmaka sukses menjebol pintu dan kabur. Dia langsung berlari kencang untuk ke rumah Jenderal Sutoko. Sutoko adalah tentara di Siliwangi, kawan mertuanya. Dari Sutoko, dia diberi tahu mertuanya adalah pejuang kemerdekaan di era revolusi. Alhasil, Sutoko mengerahkan anak buahnya untuk melindungi Karmaka.

Sejak itulah, hidup Karmaka agak sedikit tenang. Ancaman pembunuhan mulai berkurang. Setelahnya, Karmaka bisa fokus mengatasi krisis di tubuh NISP. Termasuk menjaga NISP tetap bertahan saat krisis ekonomi parah melanda Indonesia sepanjang 1960-an. Dia kesana-kemari mengunjungi nasabah untuk mengembalikan kepercayaan. Juga bekerjasama dengan pihak lain untuk membesarkan bank.

Pada akhirnya, NISP sukses melewati ujian itu dan tetap bertahan. Setelahnya, NISP selalu berjalan bersama Karmaka hingga tumbuh besar. Kini, NISP pun sudah menjelma menjadi OCBC NISP usai terjadi akuisisi oleh bank asal Singapura, Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC).

Namun, siapapun pasti akan mengingat bahwa kebesaran OCBC NISP adalah buah keringat Karmaka Surjaudaja yang telah meninggal pada 17 Februari 2020. Penerus Karmaka di bank itu sekarang Parwati Surjaudaja, anak ke-3 Karmaka yang sempat tidak melihat dan mendengar suara bapaknya karena diculik orang misterius selama berjam-jam di tahun 1960-an.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Market Focus: IHSG Terkapar Hingga Ekonomi China Masih Lesu

(mfa/dce)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts