Jakarta, CNBC Indonesia – Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih terkendala dalam mendapatkan pendanaan dari lembaga jasa keuangan konvensional seperti bank. Menurutnya, kendala UMKM sulit dapat kredit karena tidak punya jaminan dan laporan keuangan masih merugi, meski secara cash flow positif.
Padahal, ia menyebut peran UMKM sangat besar bagi perekonomian negara, seperti berkontribusi lebih dari 60% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Belum lagi, 90% tenaga kerja di Indonesia dipekerjakan oleh UMKM.
“Itu satu aspek yang dilematis yang ditemui oleh UMKM terutama untuk perusahaan rintisan. Fintech peer to peer (P2P) lending, dapat memberikan pinjaman yang disesuaikan dengan bisnis model, disesuaikan dengan cash flow cycle, sehingga pada saat UMKM membutuhkan pinjaman, fintech lending dapat membantu,” kata Sunu saat diskusi mengenai Peran Fintech dalam Digitalisasi UMKM, secara virtual pada Kamis (7/9/2023).
Maka dari itu, industri fintech dianggap mampu meningkatkan inklusi keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk percepatan digitalisasi UMKM.
Berdasarkan riset AFPI sebelumnya, penyaluran pembiayaan UMKM masih belum merata dan masih terpusat di Jawa dan Bali, yakni 62% dari total pembiayaan UMKM di Indonesia pada 2022 yang sebesar Rp 1.400 triliun.
Padahal segmen dengan pertumbuhan tertinggi ada di Indonesia Timur dengan skala Ultra Mikro dan Mikro. Namun, sampai saat ini akses pendanaan masih terbatas di wilayah tersebut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Forum Komunitas Usaha Mikro Kecil Menengah (Fokus UMKM) Ari Prabowo mengatakan dari 60 juta lebih unit UMKM di Indonesia, masih sedikit UMKM yang bisa memanfaatkan permodalan melalui fintech, karena minimnya pengetahuan mengenai dunia digital.
Selain itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Eddy Misero dalam kesempatan yang sama mengungkapkan dalam mendorong digitalisasi UMKM, terdapat sejumlah kendala, salah satunya tingkat literasi yang tergolong rendah. Hal ini karena dari segi pendidikan para pelaku UMKM yang berada di tingkat middle to low.
“Selain itu, untuk masuk ke digitalisasi diperlukan tools, yang tentunya membutuhkan modal,” katanya.
Menurut Sunu, untuk meningkatkan pendanaan bagi UMKM, diperlukan komitmen semua pihak untuk membangun ekosistem digital. Dia menyebut fintech saat memberikan pendanaan perlu konfirmasi kegiatan usaha, monitoring perputaran dana usaha, program pendampingan kegiatan usaha, termasuk data-data pemerintah untuk keperluan scoring seperti data BPJS, Jamsostek, pajak, dan asuransi kegiatan usaha.
“Dengan adanya informasi utuh tersebut maka pendanaan UMKM tidak hanya akan meningkat jumlahnya, tetapi juga ragam dan sebaran di daerah diluar Jawa dan Bali,” ujar Sunu.
Untuk diketahui, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai outstanding pinjaman fintech P2P lending pada Juli 2023 sebesar Rp 55,98 triliun. Angka ini termasuk pembiayaan terhadap UMKM di Tanah Air yang terus mengalami peningkatan dari periode-periode sebelumnya. Adapun secara keseluruhan, total pinjaman yang telah disalurkan fintech P2P lending di Indonesia sejak 2018 hingga Juli 2023 mencapai Rp 657,85 triliun.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Fintech Semakin Agresif Garap UMKM, Bank Apa Kabar?
(mkh/mkh)
Sumber: www.cnbcindonesia.com