Baca Ini Dulu Supaya Nggak Kaget Dengan Arah IHSG Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan hari kedua pekan ini. IHSG turun 0,46% dan ditutup di 7.030,59 pada Selasa (22/11/2022). Pergerakan IHSG juga bak roller coaster.

IHSG dibuka di 7.063,25 dan sempat menyentuh posisi tertinggi intraday di 7.108,83. Sempat anjlok ke zona merah di sesi I, tetapi IHSG berhasil rebound pada istirahat siang.

Read More

Di sesi kedua IHSG terpantau melemah tipis sebelum akhirnya dibanting di menit-menit terakhir jelang penutupan. Kendati IHSG melemah, tetapi asing terpantau masuk dengan nilai net buy mencapai Rp 532,4 miliar di pasar reguler.

Statistik perdagangan mencatat ada 260 saham yang mengalami pelemahan, 242 saham menguat dan 201 saham stagnan.

Analisis Teknikal


Foto: Teknikal
Teknikal

Pergerakan IHSG dianalisis berdasarkan periode waktu harian (daily) dan menggunakan indikator Boillinger Band (BB) untuk menentukan area batas atas (resistance) dan batas bawah (support).

Jika melihat level penutupan IHSG dan indikator BB kemarin, indeks bergerak turun menembus batas bawah BB terdekat di 7.050.

Pergerakan IHSG juga dilihat dengan indikator teknikal lain yaitu Relative Strength Index (RSI) yang mengukur momentum.

Perlu diketahui, RSI merupakan indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu.

Indikator RSI berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20. Posisi RSI kembali turun darii area 50 ke 49.

Dilihat dari indikator lain yaitu Moving Average Convergence Divergence (MACD), garis EMA 12 tampak masih berimpit dengan EMA 26.

Melihat berbagai indikator teknikal yang ada, tampaknya IHSG masih akan cenderung sideways dalam waktu dekat di kisaran 7.000-7.100. Namun untuk hari ini, apabila IHSG tembus 7.050, maka ada peluang lanjutan ke 7.116.

Bursa Asia

Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa (22/11/2022), karena investor mempertimbangkan risiko pasar dan sentimen negatif dari Covid-19 di China.

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,61% ke posisi 28.115,74, Shanghai Composite China naik 0,13% ke 3.088,94, Straits Times Singapura bertambah 0,28% ke 3.259,56, dan ASX 200 Australia terapresiasi 0,59% menjadi 7.181,3.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambles 1,31% ke posisi 17.424,41, KOSPI Korea Selatan melemah 0,59% ke 2.405,27, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terkoreksi 0,46% menjadi 7.030,59.

Dari China, kekhawatiran bahwa Negeri Panda yang akan kembali meningkatkan pembatasan Covid-19 setelah melaporkan kematian akibat virus turut membebani pasar. Hal ini membuat saham energi dan harga minyak lebih rendah.

“Hal itu mengurangi kisah pemulihan ekonomi global yang kami harap akan diantar dengan pembukaan kembali di China,” kata Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Financial dikutip CNBC International.

Pada Minggu lalu, China menemukan kematian baru pertamanya akibat Covid-19 dalam hampir setengah tahun. Hal ini terjadi tatkala langkah-langkah baru yang ketat diberlakukan di Beijing dan di seluruh negeri untuk menangkal gelombang infeksi terbaru.

Kematian pria Beijing berusia 87 tahun adalah yang pertama dilaporkan oleh Komisi Kesehatan Nasional sejak 26 Mei, sehingga jumlah total kematian menjadi 5.227. Sebelumnya, kematian terdeteksi di Shanghai dalam gelombang wabah pada musim panas lalu.

Sementara China memiliki tingkat vaksinasi keseluruhan lebih dari 92% untuk takaran satu dosis, jumlah itu jauh lebih rendah di kalangan orang tua. Ini terutama bagi golongan yang berusia di atas 80 tahun.

Pada Senin kemarin, China mencatat sekitar 27.000 kasus domestik baru pada Senin kemarin, menurut Komisi Kesehatan Nasional. Negeri Tirai Bambu kini mencatat total 290.787 kasus infeksi dan 5.231 kematian, menurut data Worldometers pada hari ini.

Masih dari China, bank-bank China didorong untuk meningkatkan tingkat kreditnya untuk mendukung perekonomian, terutama untuk industri yang terpukul lebih parah akibat Covid-19 yang masih menghantui China.

Secara terpisah, media lokal China mengutip regulator sekuritas negara yang mengatakan negara perlu memperbaiki neraca pengembang properti “berkualitas baik”.

Di lain sisi, investor kembali menimbang risiko pasar pada hari ini, di tengah ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS).

Investor mencari sinyal lebih lanjut dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tentang kenaikan suku bunga di masa depan.

Saat ini, investor terus memantau pesan dari pejabat The Fed, setelah pekan lalu ketika mereka menilai kembali optimisme karena adanya kemungkinan perlambatan inflasi. Pada hari ini, mereka akan memantau pidato dari Presiden The Fed St. Louis, James Bullard pada pidatonya hari ini.

Sebelumnya, pejabat The Fed seakan terbelah, di mana ada yang menyerukan bahwa kenaikan suku bunga dapat dikurangi, tetapi di pihak lainnya masih ada yang bersikap hawkish.

Pada Senin kemarin, Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester menegaskan kembali bahwa kenaikan suku bunga akan berlanjut, tetapi mungkin lebih kecil ke depannya.

Ketika pejabat The Fed tidak kompak, maka investor seakan dibuat bingung oleh mereka karena menyebabkan prospek kebijakan suku bunga The Fed seakan tidak pasti.

Namun pada pertemuan Desember, pasar memprediksi The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga naik 50 basis poin (bp) menjadi 4,25% – 4,5% pada Desember kini sebesar 71,1%, sementara naik 25 bp menjadi 4,5% – 4,75% sebesar 28,9%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

(trp/trp)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts