Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik terpantau menguat pada awal perdagangan Senin (20/2/2023), di mana investor menantikan data ekonomi penting di pekan ini, termasuk risalah rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan akan dirilis Rabu mendatang.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang naik tipis 0,01%, Shanghai Composite China dibuka menguat 0,25%, ASX 200 Australia juga naik tipis 0,06%, dan KOSPI Korea Selatan bertambah 0,12%.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka turun 0,14% dan Straits Times Singapura melemah 0,36%.
Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) pada hari ini memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan, sebagai langkah untuk memperkuat dukungan keuangan.
Suku bunga pinjaman acuan (loan prime rate/LPR) China tenor 1 tahun masih tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun juga masih di level 4,3%.
Hal ini tentunya sesuai dengan prediksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan PBoC tidak akan mengubah sikapnya, untuk memperkuat dukungan keuangan.
Namun, ekonom menunjuk ke data pemerintah terbaru yang menunjukkan pinjaman baru melonjak ke rekor 4,9 triliun yuan (US$ 713 miliar) pada Januari lalu.
Pada pekan ini, pelaku pasar akan memantau serangkaian rilis data ekonomi seperti rapat FOMC, data aktivitas manufaktur (Purchasing Manager’s Index/PMI), inflasi di Jepang, dan keputusan suku bunga bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK).
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung mendatar terjadi di tengah variatifnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan lalu, karena investor kembali khawatir bahwa inflasi kembali memanas dan suku bunga sulit untuk berhenti dinaikkan.
Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones ditutup menguat 0,39%. Namun untuk S&P 500 melemah 0,27% dan Nasdaq Composite berakhir terkoreksi 0,58%.
Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 basis poin (bp).
Perkiraan tersebut tak lepas dari ekonomi AS yang masih solid dan inflasi Januari yang tumbuh di atas ekspektasi pasar.
Ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurukan angka inflasi.
Untuk diketahui, inflasi AS pada Januari lalu tumbuh 6,4% (year-on-year/yoy). Angka tersebut berada di atas ekspektasi yakni 6,2% (yoy) dan berada jauh dari target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yaitu 2%.
Hal ini membuyarkan harapan pelaku pasar bahwa kenaikan suku bunga akan segera berhenti pada pertemuan Juli atau dua kali pertemuan lagi.
Perlu diketahui, Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan kembali bahwa proses disinflasi telah dimulai, khususnya di sektor barang, dan bahwa The Fed memiliki alat untuk menurunkan inflasi ke target 2%.
Ketika berbicara di Economic Club of Washington pada saat yang sama, ketika ditanya tentang laporan pekerjaan Januari yang kuat, komentar Powell tidak menunjukkan bahwa itu akan mengubah pendekatan bank sentral terhadap kenaikan suku bunga di masa depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Sinyal Nggak Enak Buat IHSG Nih… Bursa Asia Loyo Lagi
(chd/chd)
Sumber: www.cnbcindonesia.com