Jakarta, CNBC Indonesia – Aturan baru terkait devisa hasil ekspor (DHE) tak kunjung terbit sampai saat ini. Padahal sebelumnya, pemerintah mengatakan hasil revisi PP Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 akan keluar di bulan Maret 2023.
Kemudian, rencana ini mundur menjadi April 2023, hingga terakhir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menjanjikan aturan tersebut terbit sebelum Lebaran.
“Dalam waktu dekat kita akan realisasi, Insya Allah sebelum Lebaran kita bisa selesaikan,” kata Airlangga saat ditemui di Istana Negara, Selasa (28/3/2023).
Sejumlah ekonom mencoba mengurai alasan dibalik molornya penerbitan aturan baru mengenai DHE ini.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan aturan tentang DHE ini memang menjadi isu sensitif bagi para investor. Menurutnya, inilah yang selama ini menjadi penghalang pemerintah untuk membuat aturan tegas seperti mewajibkan DHE untuk dikonversi ke rupiah bahkan walau hanya sebagian dari jumlah totalnya.
“Kewajiban menukar DHE ke rupiah sering dianggap sebagai bentuk kebijakan devisa kontrol yang sangat tidak disukai investor. Kebijakan tersebut akan membatasi dan merugikan mereka. Sehingga bersifat negatif, bisa mengurangi minat investor untuk investasi di Indonesia,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/4/2023).
Kendati demikian, dia mengatakan sebenarnya sudah banyak negara yang melakukan kewajiban penukaran DHE ini dan tidak berdampak ke minat investasi dari investor asing. Untuk itu, dia menilai pemerintah bisa membatasi ketentuan kewajiban tersebut misalnya dengan mengatur sektor-sektor tertentu dan hanya sebagian kecil dari DHE, seperti 25% dari total pendapatannya.
“Tantangan bagi pemerintah saya kira justru disini bagaimana bersikap tegas dengan analisis dan kalkulasi yang tepat. Saya berpandangan bahwa kewajiban menukarkan DHE ke rupiah adalah sebuah kebutuhan atau keharusan guna memanfaatkan DHE tersebut sebagai tambahan devisa,” jelasnya.
“Jangan sampai terus berulang ekspor meningkat, surplus menggunung tapi tidak terlihat di cadangan devisa. Selain itu juga dalam rangka memperbaiki current account yang secara umum kita mengalami defisit walaupun trade balance surplus. Ini penyakit struktural yang harus kita perbaiki,” tegasnya.
Selain itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual melihat adanya tambahan waktu yang dibutuhkan pemerintah dalam menerbitkan aturan ini karena masih dibutuhkannya diskusi dan sosialisasi pada pihak dan sektor yang terkait dengan aturan ini.
“Kelihatannya tinggal menunggu waktu saja. Perlu juga memang untuk didiskusikan dan disosialisasikan ke sektor terkait,” terangnya.
Kemudian, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Agus Herta juga menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menerbitkan aturan DHE ini. Menurutnya, dalam menyusun aturan DHE ini pemerintah juga mempertimbangkan pihak ketiga yang menjadi mitra dagang Indonesia yang cenderung memilih melakukan transaksi perdagangan di luar Indonesia.
“Realisasi peraturan DHE ini memang tdk mudah karena sejatinya melibatkan pihak ketiga selain eksportir yaitu importir di negara tujuan. Tidak sedikit para mitra dagang eksportir kita menginginkan transaksi perdagangan dilakukan di luar Indonesia,” terang Agus.
Dia menilai hal tersebut disebabkan karena tingkat kepercayaan mitra dagang Indonesia yang masih rendah terhadap hukum dan peradilan di Indonesia ketika terjadi wanprestasi.
“Proses arbitrase dalam sistem hukum kita terkenal berbelit dan lama sehingga menimbulkan high cost economy. Oleh karena itu, peraturan DHE ini harus komprehensif yang disertai dengan peraturan pendukung yang dapat mendorong realisasi DHE ini secara efektif,” ujar Agus.
“Jika peraturan DHE ini hanya bersifat parsial maka realisasi DHE ini akan terkatung-katung alih-alih terlaksana secara efektif dan meningkatkan cadangan devisa kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan mundurnya jadwal rilis aturan DHE berulang kali ini juga menjadi catatan penting yang perlu diperhatikan karena menurutnya hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kurang persiapan dan perencanaan dalam menggodok aturan ini.
“Tapi ini menjadi catatan bahwa pemerintah cenderung terburu-buru dalam membuat peraturan sehingga terkesan kurang persiapan dan kurang perencanaan. Ini menjadi catatan kritis bahkan cenderung negatif,” pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Jokowi Tambah Daftar Eksportir yang Wajib Parkir Dolar di RI
(haa/haa)
Sumber: www.cnbcindonesia.com