gep-indonesia.org

Alert! Inggris di Gerbang Resesi Terpanjang Dalam Sejarah

Jakarta, CNBC Indonesia – Inggris kini sudah berada di gerang resesi, pasalnya perekonomiannya mengalami kontraksi pada kuartal III-2022. Tidak sekedar resesi, tapi Inggris diperkirakan akan mengalami resesi terpanjang dalam sejarah.

Meski demikian, pasar finansial Inggris masih positif. Indeks FTSE 100 dibuka menguat lebih dari 1%, dan poundsterling menguat 0,26% ke US$ 1,1757/GBP.

Biro Statistik Inggris hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) di kuartal III-2022 mengalami kontraksi sebesar 0,2% dari kuartal sebelumnya. Sementara jika dilihat dari kuartal III-2021, PDB mampu tumbuh 2,4%.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT


Jika di kuartal IV nanti PDB kembali mengalami kontraksi, maka Inggris dikategorikan masuk resesi teknikal.

Resesi terpanjang dalam sejarah yang bisa dialami Inggris bukan kaleng-kaleng. Prediksi tersebut diungkapkan langsung oleh bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).

“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan terus merosot selama 2023 dan berlanjut hingga semester I-2024 akibat tingginya harga energi dan pengetatan kondisi finansial akan membebani belanja rumah tangga,” kata BoE.

Tingkat pengangguran diprediksi akan naik dua kali lipat menjadi 6,5% selama dua tahun ke depan, saat perekonomian merosot.

Hal itu diungkapkan saat menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3% pada Kamis pekan lalu. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar dalam 33 tahun terakhir.

Meski sangat agresif, nyatanya BoE mengindikasikan suku bunga ke depannya tidak akan setinggi yang diperkirakan pasar.

Hal ini lah yang mendongkrak sentimen pelaku pasar. Resesi memang tidak terhindarkan, bahkan yang terpanjang dalam sejarah akan terjadi. Tetapi dengan suku bunga yang tidak dinaikkan setinggi perkiraan pelaku pasar, Inggris tidak akan mengalami resesi yang dalam.

Tidak menjadi terpanjang dan terdalam sepanjang sejarah.

Hal yang sama kemungkinan terjadi di Amerika Serikat (AS). Pasar melihat bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya setelah rilis data tingkat pengangguran yang naik menjadi 3,7%, dan inflasi yang menurun.

Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (10/11/2022) melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 7,7% year-on-year (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,2% (yoy).

Inflasi tersebut sudah mulai menurun sejak Juli lalu, semakin menjauhi rekor tertinggi 40 tahun di 9% yang dicapai pada Juni lalu.

CPI inti dilaporkan tumbuh 6,3% (yoy), turun dari Oktober 6,5% (yoy).


Presiden The Fed wilayah Dallas, Lorie Logan mengatakan suku bunga masih akan tetapi dinaikkan, meski dalam laju yang lebih lambat.

“Saya percaya mengendurkan laju kenaikan suku bunga akan tepat, jadi kita bisa menilai dengan lebih baik bagaimana perkembangan kondisi finansial dan ekonomi,” kata Logan.

Penyataan tersebut disambut baik pelaku pasar, yang membuat bursa saham global menghijau pada hari ini.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


2023, Jerman-Inggris Diprediksi Akan Resesi

(pap/pap)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version