gep-indonesia.org

Akuntabilitas Keuangan Negara & Pemulihan Ekonomi Indonesia

Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada pasal 55 disebutkan bahwa “Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan….”

Secara berjenjang dari bawah ke atas, untuk entitas pengelola APBN dan APBD, masing-masing wajib menyusun LK-KL (Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga), LK-BUN (Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara), dan LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah). Selanjutnya ketiga laporan keuangan tersebut dikompilasi/dikonsolidasi menjadi LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat).

Laporan Keuangan Konsolidasian tersebut diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi LKPP audited. LKPP audited inilah yang menjadi dasar pidato presiden pada setiap tanggal 16 Agustus, yaitu merupakan rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK.

Sebagai bentuk upaya menjaga akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara dalam masa pemulihan akibat pandemi global Covid-19, Kementerian Keuangan, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perbendaharaan khususnya Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, bersinergi dengan Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan terus berupaya melakukan perbaikan dan inovasi sistem sebagai alat yang digunakan untuk menghasilkan output laporan keuangan, baik itu LK K/L, LK-BUN dan LKPP.

Dahulu, pada saat laporan keuangan masih menganut basis kas, satuan kerja (satker) intansi pemerintah akrab dengan aplikasi yang bernama SAKPA (Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran). Kemudian pada tahun 2008, basis akrual mulai diimplementasikan dan diberlakukan secara penuh pada tahun 2015 dalam akuntansi pelaporan keuangan di mana aplikasi yang digunakan pun berganti dari SAKPA menjadi SAIBA (Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual).

Kini, di tahun 2022, pelaporan pertanggungjawaban satker pengelola dana APBN memasuki era baru, yaitu dengan diberlakukannya SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) full modul, mulai dari penganggaran/perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban APBN. Implementasi SAKTI tidak serta merta full modul, melainkan bertahap, sesuai dengan tahapan piloting SAKTI.

Siklus terakhir, yaitu pertanggungjawaban yang terdapat dalam SAKTI Modul Pelaporan, ditandai dengan migrasi saldo awal. Laporan keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban, yang dulu dihasilkan dari aplikasi SAIBA dan e-Rekon LK, kini berganti dihasilkan dari aplikasi SAKTI dan MonSAKTI.

Aplikasi SAKTI mengintegrasikan seluruh aplikasi satker yang ada, mempunyai fungsi utama dari mulai perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, SAKTI menerapkan konsep single database.

Aplikasi SAKTI digunakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan kementerian negara/lembaga. Sebelum menjadi laporan keuangan, antara data satker dengan data BUN harus sama/cocok.

Atas dasar itulah harus dilaksanakan mekanisme rekonsiliasi/pencocokan data satker dengan data BUN. Untuk keperluan tersebut dihadirkan aplikasi MonSAKTI.

Data satker yang menggunakan SAKTI dipertemukan/disandingkan dengan data BUN yang diolah dengan menggunakan aplikasi SPAN, dengan dibantu aplikasi MonSAKTI. Data SAKTI terbaca di MonSAKTI secara realtime, data SPAN di-push ke MonSAKTI secara periodik, sehingga kedua data disandingkan dan dapat diketahui data mana yang salah/tidak sama.

Periode rekonsiliasi data keuangan satker semester I tahun 2022 menjadi suatu hal yang membutuhkan extra effort mengingat bukan saja rekon/cocokan data keuangan yang “dirapel” selama enam bulan (proses LK Unaudited sampai dengan LK Audited), namun kendala yang lain, yaitu mekanisme/sistem yang digunakan merupakan sistem/aplikasi baru.

Dibutuhkan sinergi kerja sama yang baik dari semua pihak agar tugas ini dapat berjalan dengan baik. KPPN sebagai kuasa BUN di daerah melakukan upaya pendampingan kepada satker baik secara daring maupun luring dalam implementasi SAKTI full modul ini.

Dalam pendampingan tersebut operator satker diajari bagaimana agar migrasi saldo awal SAKTI dapat tuntas dilaksanakan, dimulai dengan migrasi persediaan, aset tetap dan GLP. KPPN harus memastikan konfigurasi satker dan user sudah terdaftar, termasuk user SAKTI untuk Satker Inaktif Bersaldo (SIB).

Selanjutnya, setelah migrasi saldo awal berhasil, tahapan selanjutnya adalah rekonsiliasi. Jika status rekon sudah sama, satker dapat melangkah pada tahap selanjutnya, yaitu mencetak dan menyusun laporan keuangan.

Laporan keuangan semester I tahun 2022 satker telah disusun dan disampaikan secara berjenjang paling lambat 31 Juli 2022 lalu, yang merupakan laporan keuangan perdana dengan sistem baru. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP telah berhasil diraih sejak tahun 2016 sampai dengan 2021.

Implementasi SAKTI full modul menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua, para pengelola keuangan negara untuk dapat tetap mempertahankan Opini WTP atas LKPP Tahun 2022, yang merupakan LKPP perdana yang dihasilkan dari SAKTI. Kiranya dengan komitmen yang kuat, sinergi serta kerjasama yang baik dari semua pihak, LKPP Tahun 2022 dengan opini WTP akan dapat diwujudkan.

Lebih lanjut dengan telah dilakukannya perbaikan sistem, pemerintah mengharapkan terwujudnya komitmen semangat bersama yang terbangun untuk terus meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang makin sehat. Pengelolaan keuangan yang sehat akan mendorong Indonesia untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat dalam mencapai tujuan bernegara.

(miq/miq)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Exit mobile version