Akhir Pekan Bursa Asia Bergairah, Sayang IHSG Gak Ikutan

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Jumat (9/12/2022), di mana indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik, ditopang oleh rilis data inflasi China yang sesuai dengan ekspektasi pasar.

Read More

Hang Seng melejit 2,32% ke posisi 19.900,87. Saham properti dan teknologi China menjadi penopangnya. Saham properti seperti Longfor Group melompat 18,47%, sedangkan saham Country Garden melonjak 8,51%, dan saham Cifi Holdings meningkat 13,89%.

Sementara saham teknologi Alibaba melesat 2,74% dan saham Meituan melonjak 5,72%.

Sedangkan sisanya juga ditutup bergairah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melesat 1,18% ke posisi 27.901,01, Shanghai Composite China menguat 0,3% ke 3.206,95, Straits Times Singapura bertambah 0,31% ke 3.245,97, ASX 200 Australia meningkat 0,53% ke 7.213,2, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,76% menjadi 2.389,04.

Namun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir pekan ini ambles 1,31% menjadi 6.715,12.

Dari China, inflasi pada periode November 2022 dilaporkan melandai, menyentuh level terendah dalam delapan bulan terakhir karena menurunnya harga acuan untuk inflasi.

Berdasarkan data dari NBS, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu turun menjadi 1,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada periode Oktober 2022 sebesar 2,1%. Hal ini sejalan dengan prediksi pasar yang memperkirakan penurunan menjadi 1,6%.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Panda pada bulan lalu turun menjadi -0,2%, dari sebelumnya pada Oktober lalu di 0,1%.

Inflasi harga bahan bakar juga terus mereda karena efek dasar, menjaga IHK tetap dalam target Beijing sekitar 3 persen untuk tahun ini.

Sedangkan untuk inflasi dari sisi produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) masih tetap di angka -1,3%, masih lebih baik dari prediksi pasar yang memperkirakan penurunan -1.4%.

“Data menunjukkan momentum ekonomi terus melemah. Pertemuan Politbiro [minggu ini] mengidentifikasi kepercayaan yang lemah sebagai masalah utama bagi perekonomian,” kata Zhang Zhiwei, kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management, dikutip dari South China Morning Post.

Diketahui, China mulai melonggarkan kebijakan pembatasan ketat terkait Covid-19 secara bertahap mulai Rabu lalu. Namun, karena pembatasan baru diperlonggar kali ini, maka data ekonomi dalam waktu dekat masih akan menunjukkan pemulihan yang lambat.

Hal ini karena dampak dari kebijakan nol-Covid yang telah berlangsung hampir 3 tahun, membuat perekonomian China masih cukup lambat untuk pulih.

Tetapi dengan adanya pelonggaran secara bertahap, pengamat berharap bahwa ekonomi China dapat lebih pulih, meski kecepatan pemulihannya masih cenderung lambat.

Di lain sisi, cerahnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini juga terjadi setelah data ketenagakerjaan AS menunjukkan adanya potensi perlambatan

Data initial job claims atau klaim tunjangan pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir pada 4 Desember dilaporkan mencapai 230.000. Jumlah ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Jumlah tersebut juga naik dibandingkan pada pekan sebelumnya yakni 226.000.

Meningkatnya angka klaim tunjangan pengangguran menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS mulai ‘mendingin’ dan ada sinyal perlambatan ekonomi.

Pada situasi saat ini, berita buruk pada data ekonomi AS akan menjadi berita baik. Pasalnya, ini meningkatkan harapan jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan melakukan moderasi kenaikan suku bunga.

“Aksi sell-off dalam jumlah besar sudah terjadi pada beberapa hari terakhir dan (ada pembalikan tetapi) itu tak cukup menopang reli yang kuat pada hari ini. Sekali lagi, kita kembali mengandalkan bad news is good news untuk membuat bursa menguat,” tutur Krosby, dikutip dari CNBC International.

Investor kini menunggu data inflasi AS yang akan keluar pada Selasa pekan depan. Jika inflasi melandai maka harapan The Fed melonggarkan kebijakan moneternya akan semakin kuat.

Inflasi AS mecapai 7,7% (yoy) pada Oktober 2022, melandai dari 8,5% (yoy) pada September. Kendati melandai, inflasi masih jauh dari target The Fed yakni di kisaran 2%.

The Fed akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember mendatang. Polling Reuters menunjukkan 93% responden memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp).

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bp sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kabar Baik Buat IHSG, Wall Street Cerah, Bursa Asia Meroket!

(chd/chd)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts