Ada Penjamin Polis di RUU PPSK, Asuransi Bisa Dibailout?

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dan Komisi XI DPR sejak pekan lalu mulai membahas Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).

Read More

Dalam rapat panja tersebut, pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati untuk membentuk adanya Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang akan diawasi dan diatur oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Anggota Komisi XI, yang juga merupakan anggota Panja RUU PPSK Anis Byarwati menjelaskan, LPP akan diselenggarakan oleh LPS.

Tugas LPS di dalam RUU PPSK meliputi merumuskan dan menetapkan kebijakan penjaminan polis dan melaksanakan penyelenggaraan penjaminan polis.

Kendati demikian, anggota Komisi XI fraksi PKS itu mengkhawatirkan bahwa adanya LPP ini justru akan berfungsi sebagai institusi bailout atau menyelamatkan perusahaan asuransi yang dilikuidasi.

“Kalau kita perhatikan fungsi LPP ini tadinya di perbankan dan dibebankan untuk polis, sehingga khawatir adanya bailout,” jelas Anis dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).

Dari praktik yang sudah terjadi saat ini misalnya, di mana banyak jasa asuransi yang bermasalah alias ‘sakit’ seperti Jiwasraya dan Asabri, harus dibenahi terlebih dahulu.

Artinya LPP harus beroperasi setelah permasalahan jasa asuransi yang sakit itu dibenahi.

“LPP tidak dilakukan sebelum permasalahan di Jiwasraya, Asabri dibereskan. Jangan sampai LPP sebagai pembenaran otoritas karena gagal mengawasi industri asuransi,” jelas Anis.

Anis bilang, seharusnya fungsi LPP akan lebih diarahkan pada perlindungan pemegang polis.

Idealnya antara fungsi penjaminan dana simpanan dengan penjaminan polis memiliki segregasi yang jelas, baik dari manajemen, pengelolaan, pencatatan sampai dengan pelaporan.

Sehingga apabila dilakukan oleh satu institusi atau lembaga, dan tidak adanya segregasi yang dimaksud, dapat menimbulkan permasalahan dan komplikasi lanjutan.

“Hal ini karena nature bisnis antara perbankan asuransi berbeda. Di mana perbankan, lebih memiliki kepastian (Certainty), dan asuransi tidak memiliki kepastian (Uncertainty),” jelas Anis.

“Kami memberikan pandangan, kami memintanya dipisah dan di luar LPS namun kalah dalam perdebatan,” kata Anis lagi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menaruh perhatian besar pada tugas LPS di RUU PPSK.

Menurut Tauhid, LPS hanya sekedar menjadi ‘keranjang sampah’ dari carut marutnya tata kelola asuransi dan koperasi. Padahal, LPS punya konten yang berbeda.

Pasalnya, menurut Tauhid parameter-parameter perbankan tidak sama dengan jasa asuransi, koperasi dan sebagainya.

Terlebih, di hulu LPS tidak terlibat dalam mekanisme perencanaan, bagaimana mereka melaksanakan dari masing-masing institusi termasuk membangun sistem keuangan yang sama.

“Tahu-tahu mereka dihadapkan harus bertanggung jawab dalam terhadap isu-isu ini,” jelas Tauhid.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Kronologi RUU PPSK, Berubah Drastis dari Usulan Sri Mulyani

(cap/mij)


Sumber: www.cnbcindonesia.com

Related posts