Jakarta, CNBC Indonesia- J.P.Morgan mengatakan bahwa pasar saham pada 2023 tidak segelap yang diperkirakan saat ini. Terdapat tiga katalis positif yang mampu membalikan pasar dari bearish pada 2022 menjadi bullish tahun depan.
Pasar saham dinilai sudah mengantisipasi resesi pada 2023. Terlihat dari penurunan masif indeks saham, seperti S&P500 yang telah turun hingga 25%.
Menurut catatan J.P.Morgan, secara historis tingkat penurunan tersebut akan berbalik pada tahun berikutnya. Kecuali pada 1950, krisis keuangan 2008, dan buble dot com pada 2000.
Akan tetapi tidak semua jenis saham yang dianggap menarik oleh bank investasi Amerika Serikat tersebut. J.P.Morgan lebih menjagokan value stock dibandingkan growth stock.
Alasannya adalah saham-saham yang tergolong growth stock valuasinya masih mahal ketimbang value stock yang dianggap mulai atraktif saat ini.
“Kami memiliki keyakinan yang lebih kuat bahwa value stock akan lebih tinggi pada akhir tahun 2023 daripada yang kami lakukan untuk growth stock yang masih terlihat mahal,” tulis J.P.Morgan dalam risetnya.
Foto: J.P.Morgan
growth stock vs value stock
|
Adapun risiko pasar saham 2023 adalah ekspektasi penurunan pendapatan karena perlambatan ekonomi global. Dana Moneter Dunia (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 sebesar 2,7%. Pencapaian ini turun dari 2022 sebesar 3,2% dan 2021 sebesar 6%.
Penurunan harga saham tampaknya mulai merefleksikan kondisi pendapatan perusahaa yang berpotensi turun ke depan.
“Ini mendukung pandangan kami bahwa pasar sudah mempertimbangkan berita yang lebih buruk daripada perkiraan perkiraan pendapatan konsensus,” ujar J.P.Morgan.
Ada peluang penuruanan harga saham akan lebih terbatas yakni saat perkiraan pendapatan yang turun sesuai dengan perkiraan.
Setelah penurunan harga saham mulai ‘ngerem’, titik balik akan segera tiba dan membuat J.P.Morgan yakin bahwa saham akan bullish tahun depan.
“Secara keseluruhan, meskipun kami tidak menyebutkan batas bawah untuk pasar saham, menurut kami risiko vs. imbalan untuk ekuitas pada tahun 2023 telah meningkat, mengingat penurunan pada tahun 2022. Dengan cukup banyak berita buruk yang telah diperhitungkan, menurut kami potensi penurunan lebih lanjut lebih terbatas dibandingkan pada awal tahun 2022,” tulis J.P.Morgan.
“Yang penting, kemungkinan bahwa saham akan lebih tinggi pada akhir tahun depan telah cukup meningkat untuk menjadikannya kasus dasar kami,” tambahnya.
Saham dengan pembagian dividen yang rutin dapat menjadi pegangan investor menghadapi tahun bergejolak pada 2023.
Pembayaran dividen mampu mengkompensasi kerugian dari turunnya harga saham. Mungkin juga sebagai penambah kekayaan dari portfolio yang bertahan. Sehingga dividen menjadi safety net bagi investor ketika ekonomi dalam ketidakpastian.
Saham dividen berpotensi memiliki performa yang baik pada 2023 karena menjadi pilihan investor.
“Kesimpulannya, meskipun kami berekspektasi lingkungan ekonomi makro yang menantang di tahun 2023 dan ke bawah revisi pendapatan perusahaan, kami pikir saham pendapatan bisa memiliki tahun yang baik dengan dividen terbukti lebih tangguh daripada pendapatan,” kata J.P Morgan.
Sumber: www.cnbcindonesia.com